kesetimbangan kimia kelas XI
KESETIMBANGAN KIMIA
Konsep Kesetimbangan Dinamis
Konsep Kesetimbangan Dinamis
Reaksi kesetimbangan adalah reaksi dimana zat-zat hasil reaksi ( produk ) dapat bereaksi kembali membentuk zat-zat semula ( reaktan ). Jadi reaksi berlangsung dua arah ( reversibel ) :
Kapankah suatu reaksi bolak-balik mencapai keadaan setimbang ?
Pada saat laju reaksi ke kanan = laju reaksi ke kiri
Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan ?
Saat tercapai kesetimbangan jumlah
zat-zatnya baik reaktan maupun produk tidak lagi berubah. Jumlah zat
sebanding dengan mol dan konsentrasi sehingga saat setimbang mol dan
konsentrasi zat-zatnya tetap.
Jelaskan, mengapa kesetimbangan kimia disebut kesetimbangan dinamis !
Jelaskan, mengapa kesetimbangan kimia disebut kesetimbangan dinamis !
Walaupun reaksi kimia sudah mencapai
keadaan setimbang akan tetapi reaksi tetap berlangsung pada tingkat
molekul/mikroskopis. karena kecepatan reaksi maju/ke kanan = reaksi balik/ke
kiri maka seakan-akan reaksinya sudah berhenti.
Ciri khas reaksi kesetimbangan :
"Zat-zat ruas kiri ( reaktannya ) tidak pernah habis"
Pada saat terjadi kesetimbangan,
maka harga tetapan kesetimbangan ( Kc ) dapat ditentukan. Nilainya ditentukan
dengan menggunakan perbandingan konsentrasi zat-zatnya saat tercapai
kesetimbangan.
dari bentuk persamaan di atas dapat disimpulkan :
Jika nikai K > 1 maka hasil/produk yang dihasilkan banyak
Jika nikai K < 1 maka hasil/produk yang dihasilkan sedikit
Hal PENTING yang perlu kalian ketahui !
Untuk reaksi yang sama harga Kc hanya dipengaruhi suhu.
Selama suhu tetap maka K tetap. Harga K berubah hanya apabila
suhunya berubah. perubahan harga K tergantung jenis reaksinya :
- Reaksi Endoterm (
menyerap kalor / delta H nya positif ) : K berbanding lurus
dengan suhu. Artinya jika suhunya meningkat maka K nya juga meningkat dan
sebaliknya jika suhunya menurun maka K nya juga menurun.
- Reaksi Eksoterm (
melepas kalor / delta H nya negatif ) : K berbanding terbalik
dengan suhu. Artinya jika suhunya meningkat maka K nya menurun dan
sebaliknya jika suhunya menurun maka K nya meningkat.
Membandingkan harga K dengan
beberapa reaksi :
- Jika reaksi dibalik maka K menjadi 1/K
- Jika reaksinya dikalikan n maka K menjadi Kn
- Jika reaksinya dibagi n maka K menjadi akar n nya K
- Jika dua reaksi atau lebih dijumlahkan maka harga K
tiap-tiap reaksi dikalikan
Diketahui tetapan kesetimbangan 2
reaksi sebagai berikut :


Kc nya berturut-turut adalah 4 dan 8 maka tetapan kesetimbangan bagi reaksi :


Kc nya berturut-turut adalah 4 dan 8 maka tetapan kesetimbangan bagi reaksi :
adalah !
Untuk mengetahui perubahan nilai tetapan kesetimbangan ( K ) yang kita perhatikan adalah senyawa yang spesifik yang ada untuk tiap-tiap reaksi.
untuk reaksi pertama yang kita perhatikan perubahannya adalah senyawa B karena senyawa B tidak ada pada reaksi ke dua. Senyawa B yang mula-mula di ruas kiri menjadi di ruas kanan dan dikalikan 2 (karena angka koefisiennya berubah dari 1 menjadi 2 berarti berubah menjadi dua kalinya).
maka reaksinya ditulis :

karena dibalik maka K = 4 menjadi K = 1/4 kemudian dikalikan 2 maka K = 1/4 berubah lagi menjadi kuadratnya K = (1/4)2 = 1/16
untuk reaksi kedua tidak mengalami perubahan karena senyawa spesifiknya yaitu senyawa D tetap ada di ruas kiri dan angka koefisiennya pun tetap = 1 sehingga K nya juga tetap 8. Dari reaksi pertama yang telah diubah dengan reaksi kedua digabung menjadi :
Untuk mengetahui perubahan nilai tetapan kesetimbangan ( K ) yang kita perhatikan adalah senyawa yang spesifik yang ada untuk tiap-tiap reaksi.
untuk reaksi pertama yang kita perhatikan perubahannya adalah senyawa B karena senyawa B tidak ada pada reaksi ke dua. Senyawa B yang mula-mula di ruas kiri menjadi di ruas kanan dan dikalikan 2 (karena angka koefisiennya berubah dari 1 menjadi 2 berarti berubah menjadi dua kalinya).
maka reaksinya ditulis :

karena dibalik maka K = 4 menjadi K = 1/4 kemudian dikalikan 2 maka K = 1/4 berubah lagi menjadi kuadratnya K = (1/4)2 = 1/16
untuk reaksi kedua tidak mengalami perubahan karena senyawa spesifiknya yaitu senyawa D tetap ada di ruas kiri dan angka koefisiennya pun tetap = 1 sehingga K nya juga tetap 8. Dari reaksi pertama yang telah diubah dengan reaksi kedua digabung menjadi :
senyawa yang sama di
ruas kiri dan kanan saling coret....
karena digabung maka nilai K = 1/16 dan K = 8 dikalikan sehingga menjadi :
K = 1/16 . 8 = 1/2
Pergeseran Kesetimbangan
Asas Le Chatelier
Jika terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu aksi (tindakan) maka reaksi akan bergeser untuk menghilangkan pengaruh aksi itu.
Pengaruh Konsentrasi
karena digabung maka nilai K = 1/16 dan K = 8 dikalikan sehingga menjadi :
K = 1/16 . 8 = 1/2
Pergeseran Kesetimbangan
Asas Le Chatelier
Jika terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu aksi (tindakan) maka reaksi akan bergeser untuk menghilangkan pengaruh aksi itu.
Pengaruh Konsentrasi
- Jika salah satu pereaksi/reaktan/senyawa
di ruas kiri diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser
ke ruas kanan/produk/hasil reaksi. Sebaliknya jika salah
satu produk/hasil reaksi/ruas kanan diperbesar maka
kesetimbangan akan bergeser ke ruas kiri/pereaksi/reaktan.
- Jika salah satu pereaksi/reaktan/senyawa
di ruas kiri diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser
ke ruas kiri/pereaksi/reaktan. Sebaliknya jika salah satu
produk/hasil reaksi/ruas kanan diperkecil maka
kesetimbangan akan bergeser ke ruas kanan/produk/hasil
reaksi.
Pengaruh Volume
- Jika volume diperbesar
(pengenceran) maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah
molekulnya terbanyak atau ke ruas yang jumlah angka koefiseinnya
terbanyak.
- Jika volume diperkecil
(pemekatan) maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah
molekulnya terkecil atau ke ruas yang jumlah angka koefiseinnya
terkecil.
- Jika jumlah angka
koefisien ruas kanan dan ruas kiri sama maka penambahan atau
pengurangan volume tidak akan menggeser kesetimbangan.
PENTING !! Angka koefisien reaksi dari zat padat murni ( s ) dan zat cair murni ( l ) TIDAK mempengaruhi kesetimbangan yang mempengaruhi kesetimbangan adalah senyawa dalam bentuk larutan ( aq ) dan gas ( g ). Perhatikan contoh untuk pengaruh volume dan konsentrasi :
ke arah mana kesetimbangan bergeser jika suhu tetap :
a. ditambah BiCl3
b. ditambah air
c. ditambah BiOCl
d. ditambah HCl
e. ditambah NaOH
Jawab :
a. Penambahan BiCl3, salah satu pereaksi, akan menggeser kesetimbangan ke kanan
b. Penambahan air (memperbesar volume) akan menggeser kesetimbangan ke kanan karena koefisien ruas kanan lebih besar dari ruas kiri. Alasannya : koefisien ruas kiri = 1 yaitu koefisien BiCl3, ingat koefisien H2O tidak usah dihitung karena zat cair murni ( l ) sedangkan jumlah koefisien di ruas kanan = 2 yaitu koefisien dari HCl, ingat BiOCl tidak diperhitungkan karena bentuknya padat ( s ).
c. Penambahan BiOCl yang merupakan komponen padat tidak menggeser kesetimbangan.
d. Penambahan HCl, salah satu produk, akan menggeser kesetimbangan ke kiri.
e. Penambahan NaOH akan bereaksi dengan HCl yang berarti mengurangi salah satu produk, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
Pengaruh Tekanan
pengaruh tekanan berlawanan dengan pengaruh volume :
- Jika tekanan diperbesar maka kesetimbangan
akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah molekulnya terkecil atau ke
ruas yang jumlah angka koefiseinnya terkecil.
- Jika tekanan diperkecil maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah molekulnya
terterbesar atau ke ruas yang jumlah angka koefiseinnya terbesar.
- Jika jumlah angka koefisien ruas kanan dan ruas
kiri sama maka penambahan atau pengurangan tekanan tidak
akan menggeser kesetimbangan.
INGAT !! sama dengan pengaruh volume pada pengaruh tekanan... Angka
koefisien reaksi dari zat padat murni ( s ) dan zat cair murni ( l ) TIDAK
mempengaruhi kesetimbangan jadi tidak dihitung.
Pengaruh Suhu
Pengaruh Suhu
- Jika suhu sistem kesetimbangan dinaikkan
maka reaksi sistem menurunkan suhu dengan cara kesetimbangan bergeser ke
pihak reaksi yang menyerap kalor (endoterm).
- Jika suhu sistem kesetimbangan diturunkan
maka reaksi sistem menaikkan suhu dengan cara kesetimbangan bergeser ke
pihak reaksi yang melepas kalor (eksoterm).
Contoh :
Ke arah mana kesetimbangan akan bergeser jika suhu dinaikkan !
Pada kenaikan suhu kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi endoterm ( delta H nya + ) :
a. Pada reaksi pertama kesetimbangan akan bergeser ke kiri karena reaksi pertama dari kiri ke kanan adalah reaksi eksoterm ( delta H nya - ) maka reaksi endotermnya kebalikannnya yaitu dari kanan ke kiri
b. Pada reaksi kedua kesetimbangan akan bergeser ke kanan karena reaksi kedua dari kiri ke kanan adalah reaksi endoterm ( delta H nya + ) maka reaksi endotermnya sudah sesuai yaitu dari kiri ke kanan
Pengaruh Katalisator
Dalam suatu reaksi kesetimbangan, pengaruh katalisator adalah mempercepat terjadinya reaksi sehingga reaksi maju dan reaksi baliknya sama-sama bertambah kuat. Oleh karena itu, katalisator tidak mempengaruhi susunan kesetimbangan akan tetapi mempercepat tercapainya keadaan setimbang.
Menentukan Tetapan Kesetimbangan ( Kc )
Memperdalam tentang tetapan kesetimbangan yang telah disinggung sebelumnya.
Tetapan
kesetimbangan adalah hasil kali konsentrasi setimbang zat di ruas kanan
dibagi
hasil kali konsentrasisetimbang zat di ruas kiri, masing-masing konsentrasi zat
dipangkatkan dengan koefisien reaksinya.

Persamaan tetapan kesetimbangannya adalah :

Tetapan kesetimbangan untuk reaksi yang sama "harganya tetap untuk suhu yang tetap"
zat padat murni ( s ) dan zat cair murni ( l ) TIDAK disertakan dalam penyusunan tetapan kesetimbangan


BiOCl (s) dan H2O tidak disertakan dalam persamaan Kc karena bertutut-turut bentuknya zat padat (s) dan zat cair murni ( l ).
Contoh Soal 1 :
Metana (CH4) dapat diperoleh dari dari reaksi gas CO2 dan gas H2 menurut persamaan :

Reaksi ini berlangsung pada suhu tinggi dengan suatu katalisator. Ke dalam ruangan 500 ml mula-mula dimasukkan 1 mol gas CO dan 3 mol gas H2 diperoleh 0,387 mol air. Tentukan besarnya tetapan kesetimbangannya pada suhu tersebut !
Jawab :
Mula-mula kalian buat bagan seperti di bawah ini :
lalu kalian isikan nilai mol senyawa di bawah senyawanya
sesuai dengan keterangan soal ( angka yang berwarna hitam ). ingat
mol H2O sebesar 0,378 mol
diisikan di bagian setimbang. karena mula-mula H2O tidak ada kemudian diperoleh / saat setimbang
0,378 mol. Karena mula-mula tidak ada kemudian saat setimbang menjadi 0,378
juga berarti saat bereaksi menghasilkan H2O sebesar 0,378 mol juga. Saat
reaksi perbandingan mol = perbandingan angka koefisien, isikanlah
mol saat reaksi untuk semua senyawa berdasarkan mol H2O saat reaksi
sebesar 0,378 mol dikalikan angka koefisiennya masing-masing ( angka yang
berwarna merah ). Mol saat setimbang di ruas
kiri = mol mula-mula - mol setimbang dan di ruas kanan mol saat
setimbang = mol mula-mula + mol setimbang. Hasilnya diisikan di
bagian setimbangnya ( angka berwarna biru
).
angka yang dipakai untuk menyusun Kc adalah angka saat keadaan setimbang... tetapi ingat, bukan dalam mol namun dalam konsentrasi ( M )

karena volemenya 500 ml = 0,5 liter maka setiap molnya dibagi 0,5 :
CO = 0,622 mol / 0,5 l = 1,244 M
H2 = 1,866 mol/ 0,5 l = 3,732 M
CH4 = H2O = 0,378 mol / 0,5 l = 0,756 M
angka yang dipakai untuk menyusun Kc adalah angka saat keadaan setimbang... tetapi ingat, bukan dalam mol namun dalam konsentrasi ( M )

karena volemenya 500 ml = 0,5 liter maka setiap molnya dibagi 0,5 :
CO = 0,622 mol / 0,5 l = 1,244 M
H2 = 1,866 mol/ 0,5 l = 3,732 M
CH4 = H2O = 0,378 mol / 0,5 l = 0,756 M
Harga Kc yang kecil menunjukkan reaksi ini hanya membentuk sedikit sekali metana (CH4)
Contoh Soal 2 :
Harga Kc untuk reaksi di bawah ini dalam suhu tertentu adalah 49

Pada suatu percobaan, 2 mol H , 2 mol I dan 4 mol HI dicampur dalam suatu ruangan 1 liter pada suhu yang sama. Tentukan mol HI saat mencapai keadaan setimbang !
Jawab :
Misalkan H yang bereaksi x mol maka :
Pada saat setimbang :

karena volumenya 1 liter maka mol = konsentrasinya ( ingat : M = mol/volume )

kedua ruas diakar :

14 - 7x = 4 + 2x
10 = 9x
x = 10/9 = 1,11
maka saat setimbang mol HI = (4 + 2x) = 6,22 mol
Contoh Soal 3 :
Dalam bejana 1 dm3 terdapat kesetimbangan antara 0,05 mol N2; 0,20 mol H2; dan 0,10 NH3. Untuk meningkatkan jumlah NH3 menjadi 0,20 mol dalam suhu dan volume tetap harus ditambahkan N2 sebanyak....
Jawab :

karena volumenya 1 liter maka mol = konsentrasinya ( ingat : M = mol/volume )

kedua ruas diakar :

14 - 7x = 4 + 2x
10 = 9x
x = 10/9 = 1,11
maka saat setimbang mol HI = (4 + 2x) = 6,22 mol
Contoh Soal 3 :
Dalam bejana 1 dm3 terdapat kesetimbangan antara 0,05 mol N2; 0,20 mol H2; dan 0,10 NH3. Untuk meningkatkan jumlah NH3 menjadi 0,20 mol dalam suhu dan volume tetap harus ditambahkan N2 sebanyak....
Jawab :

karena dalam suhu yang sama Kc tidak berubah maka berlaku Kc1 = Kc2
Ingat.... mol tiap-tiap senyawa tidak dibagi volume karena volumenya = 1 liter jika tidak satu liter maka mol tiap-tiap senyawa harus dibagi dengan volumenya seperti contoh soal no 1.
N2 = 4.0,05 = 0,20 mol
maka N yang ditambahkan = mol N setelah - mol N mula-mula = 0,20 mol - 0,05 mol = 0,15 mol
Kesetimbangan Dissosiasi
Disosiasi adalah peruraian suatu zat menjadi zat lain yang lebih sederhana
Derajad disosiasi adalah perbandingan antara jumlah zat yang terdisosiasi / terurai / bereaksi dengan jumlah zat mula-mula.

Contoh :
Jika 3 mol AB dalam satu liter air terurai sebanyak 40 % menurut reaksi :

maka tetapan kesetimbangan reaksi tersebut....
Jawab :
Derajad disosiasi = 40 % = 0,4
Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial ( Kp )
tetapan kesetimbangan untuk sistem kesetimbangan gas juga dapat dinyatakan dengan tekanan parsial gas


, P = tekanan parsial senyawa gas
Perbandingan tekanan parsial = Perbandingan mol saat setimbang
Jika diketahui tekanan total suatu reaksi gas maka tekanan parsial tiap-tiap zatnya dapat ditentukan :
Jumlah mol total saat reaksi gas mencapai kesetimbangan dapat dicari dengan rumus gas ideal :
Hubungan Kc dan Kp :


Keterangan :
P = tekanan (atm)
V = volume (m)
n = mol
R = 0,082 L.atm/mol.K
T = Suhu ( K )
delta n = Jumlah koefisien gas kanan - Jumlah koefisien gas kiri
Contoh Soal :
Sebanyak 10 mol gas N2 dicampurkan dengan 40 mol gas H2 dalam suatu ruangan 10 liter kemudian dipanaskan pada suhu 427 C sehingga bereaksi membentuk NH3 menurut reaksi kesetimbangan :

Apabila tekanan total campuran pada keadaan setimbang adalah 230 atm. tentukanlah harga Kp !
Jawab :
dengan menggunakan persamaan gas ideal jumlah mol gas dalam campuran saat setimbang dapat dihitung sebagai berikut :

Hati2... suhu harus dalam Kelvin ( K ) maka T = 427 C + 273 = 700 K
misal jumlah mol N2 yang bereaksi = x mol maka susunan kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut :
karena jumlah mol totalnya = 40 mol maka x dapat dicari :
(10 - x) + (40 - 3x) + 2x = 40
-2x = -10
x = 5
susunan mol saat kesetimbangan sebagai berikut :
N2 = 10 - x = 5 mol
H2 = 40 - 3x = 25 mol
NH3 = 2x = 10 mol
Tekanan Parsial gas saat setimbang :
tekanan parsial N2 = 5/40 . 230 atm = 28,75 atm
tekanan parsial H2 = 25/40 . 230 atm = 143,75 atm
tekanan parsial NH3 = 10/40 . 230 atm = 57,50 atm

SUMBER DARI : MEDIA BELAJAR ONLINE KIMIA
Rabu,
24 Oktober 2012
Selamat kepada anda yang kali ini
naik kelas XI. Semoga ke depan hasil yang anda peroleh di sekolah semakin
meningkat dari sebelumnya. Di awal semester ganjil ini, materi kimia pertama
yang saya share adalah Bilangan Kuantum dan
Bentuk Orbital. Sebelum, kita bahas secara detail,
apa itu bilangan kuantum dan apa itu bentuk orbital, maka kami mohon anda klik
like di sebelah kanan ini, terima kasih Sob. Yuk belajar Kimia.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital
| Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
Persamaan gelombang oleh Erwin
Schrodinger memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron melalui
bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron disebut
orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron dalam
atom.
Pada teori atom mekanika kuantum,
untuk menggambarkan posisi elektron digunakan bilangan-bilangan kuantum. Daerah
kemungkinan elektron berada disebut orbital. Orbital memiliki bentuk yang
berbeda-beda. Untuk memahami bilangan kuantum dan bentuk-bentuk orbital
perhatikan uraian berikut.
A. Bilangan Kuantum
Ada empat bilangan kuantum
yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum Azimut
(I), bilangan kuantum magnetic (m) dan bilangan kuantum spin (s).
1). Bilangan Kuantum Utama
Di dalam model atom Bohr, elektron
dikatakan berada di dalam lintasan stasioner dengan tingkat energi tertentu.
Tingkat energi ini berkaitan dengan bilangan kuantum utama dari elektron.
Bilangan kuantum utama dinyatakan dengan lambang n sebagaimana
tingkat energi elektron pada lintasan atau kulit ke-n.
Bisa dikatakan bahwa bilangan kuantum
utama berkaitan dengan kulit elektron di dalam atom. Bilangan kuantum utama
membatasi jumlah elektron yang dapat menempati satu lintasan atau kulit
berdasarkan persamaan berikut.
Jumlah maksimum elektron pada kulit
ke-n adalah 2n2
Tabel 1. Hubungan jenis kulit dan
nilai bilangan kuantum utama.
Jenis
Kulit
|
Nilai
(n)
|
K
|
1
|
L
|
2
|
M
|
3
|
N
|
4
|
2). Bilangan Kuantum Azimut (I)
Elektron yang bergerak mengelilingi
inti atom memiliki momentum sudut. Efek Zeeman yang teramati ketika atom berada
di dalam medan magnet berkaitan dengan orientasi atau arah momentum
sudut dari gerak elektron mengelilingi inti atom. Terpecahnya garis spektum
atomik menandakan orientasi momentum sudut elektron yang berbeda ketika
elektron berada di dalam medan magnet.
Bilangan kuantum azimut menyatakan
sub kulit tempat elektron berada dan bentuk orbital, serta menentukan besarnya
momentum sudut elektron terhadap inti.
Banyaknya subkulit tempat elektron
berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum
azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1, maka hanya ada satu subkulit
yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.
Seandainya dibuat dalam tabel maka
akan tampak sebagai berikut :
Tabel 2. Hubungan bilangan kuantum
utama dan azimut serta subkulit.
Bilangan
Kuantum
Utama (n) |
Bilangan
Kuantum
Azimut (I) |
Banyaknya
SubKulit
|
1
|
0
|
1
|
2
|
0
1 |
2
|
3
|
0
1 2 |
3
|
4
|
0
1 2 3 |
4
|
Sub kulit yang harganya berbeda-beda
ini diberi nama khusus:
l = 0 ; sesuai sub kulit
s (s = sharp)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)
Tabel 3. Hubungan subkulit sejenis
dalam kulit yang berbeda pada atom.
Kulit
|
Nilai
n
|
Nilai
I
|
Jenis
Subkulit
|
K
|
1
|
0
|
1s
|
L
|
2
|
0
|
2s
|
1
|
2p
|
||
M
|
3
|
0
|
3s
|
1
|
3p
|
||
2
|
3d
|
||
N
|
4
|
0
|
4s
|
1
|
4p
|
||
2
|
4d
|
||
3
|
4f
|
3). Bilangan Kuantum Magnetic
(m)
Momentum sudut elektron L merupakan
sebuah vektor. Jika vektor momentum sudut L diproyeksikan ke
arah sumbu yang tegak atau sumbu-z secara tiga dimensi akan didapatkan besar
komponen momentum sudut arah sumbu-z dinyatakan sebagai Lz.
bilangan bulat yang berkaitan dengan besar Lz adalah m.
bilangan ini disebut bilangan kuantum magnetik. Karena besar Lz bergantung
pada besar momentum sudut elektron L, maka nilai mjuga
berkaitan dengan nilai l.
m =
?l, … , 0, … , +l
misalnya, untuk nilai l =
1, nilai m yang diperbolehkan adalah ?1, 0, +1.
Bilangan kuantum magnetik menyatakan
orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit tertentu dan arah momentum
sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik
berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai bilangan kuantum magnetik
antara – l sampai + l.
Hubungan antara bilangan kuantum
azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda perhatikan pada tabel 6.
Tabel 6. Hubungan bilangan kuantum
azimut dengan bilangan kuantum magnetik.
Bilangan
Kuantum Azimut
|
Tanda
Orbital |
Bilangan
Kuantum
Magnetik |
Gambaran
Orbital |
Jumlah
Orbital |
0
|
s
|
0
|
1
|
|
1
|
p
|
-1,
0, +1
|
3
|
|
2
|
d
|
-2,
-1, 0, +1, +2
|
5
|
|
3
|
f
|
-3,
-2, -1, 0, +1, +2, +3
|
7
|
4). bilangan kuantum spin (s).
Bilangan kuantum spin diperlukan
untuk menjelaskan efek Zeeman anomali. Anomali ini berupa terpecahnya garis
spektrum menjadi lebih banyak garis dibanding yang diperkirakan. Jika efek
Zeeman disebabkan oleh adanya medan magnet eksternal, maka efek
Zeeman anomali disebabkan oleh rotasi dari elektron pada porosnya. Rotasi atau
spin elektron menghasilkan momentum sudut intrinsik elektron. Momentum sudut
spin juga mempunyai dua orientasi yang berbeda, yaitu spin atas dan spin bawah.
Tiap orientasi spin elektron memiliki energi yang berbeda tipis sehingga
terlihat sebagai garis spektrum yang terpisah.
Bilangan kuantum spin (s): menunjukkan arah perputaran elektron
pada sumbunya. Dalam satu orbital, maksimum dapat beredar 2
elektron dan kedua elektron ini berputar melalui sumbu dengan arah yang
berlawanan, dan masing-masing diberi harga spin +1/2 atau -1/2.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital
| Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
B. Bentuk Orbital
Elektron-elektron bergerak pada
setiap orbitalnya. Orbital-orbital mempunyai. Bentuk yang berbeda-beda sesuai
dengan arah gerakan elektron di dalam atom. Bentuk berbagai orbital adalah
sebagai berikut.
a. Orbital s
-->
Orbital s yang berbentuk bola tidak
menunjukan arah ruang tertentu karena kebolehjadian ditemukan elektron dengan
bentuk ini berjarak sama jauhnya ke segala arah dari inti atom. Kebolehjadian
terbesar ditemukannya elektron dalam orbital s terdapat pada daerah sekitar
bola, yaitu untuk orbital :
a. 1s : terdapat pada kulit bola
b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua
c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga
Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :
a. 1s : terdapat pada kulit bola
b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua
c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga
Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :
Perhatikan Gambar 1.2. Orbital s
digambarkan berbentuk bola dengan inti sebagai pusat.
b. Orbital p
-->
Subkulit p terdiri dari tiga orbital
p. Karena nilai bilangan kuantum magnetiknya ada tiga yaitu –1, 0, dan +1.
Ketiga orbital ini mempunyai tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya
masing-masing berbeda. Jika digabungkan, ketiga orbital ini saling tegak lurus
satu sama lain. Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius yang memiliki
sumbu X, Y, dan Z maka orbital p yang terletak pada sumbu X disebut orbital px,
sedangkan yang terletak pada sumbu Y disebut orbital py. Begitu pula halnya
dengan orbital p yang terletak pada sumbu Z disebut orbital pz, perhatikan
gambar berikut ini!
Orbital p terdiri atas 3 orbital,
masing-masing berbentuk balon terpilin dengan arah dalam ruang sesuai dengan
sumbu x, y, dan z.
c. Orbital d
-->
Subkulit d terdiri dari 5 orbital d karena nilai bil kuantum
magnetiknya –2, -1, 0, +1, +2. Seperti halnya orbital p, orbital d juga
memiliki tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda.
Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius maka ketiga orbital d
menempati ruang antar sumbu pada koordinat kartesius tersebut. Masing-masing
orbital dinyatakan sebagai dXY, dXZ dan dYZ,
sedangkan dua orbital d lainnya terletak pada sumbu koordinat kartesius yang
masing-masing orbital dinyatakan sebagai dX2-Y2
dan dZ2. Bentuk kelima orbital d dapat digambarkan
sebagai berikut:
Orbital dZ2
terletak pada sumbu Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z
LAJU REAKSI (MATERI KIMIA KELAS XI IPA)
LAJU REAKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
(Bahan Ujian Semester Bagi Kelas XI
IPA)
Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah
MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif
LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi
Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu
Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat
PERSAMAAN LAJU REAKSI
INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi.
GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya
2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)
4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.
Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah
MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif
LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi
Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu
Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat
PERSAMAAN LAJU REAKSI
INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi.
GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya
2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)
4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.
Konfigurasi Elektron dalam Atom
Konfigurasi Elektron
dalam Atom-
Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut
orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital
mengikuti aturan-aturan berikut.
1. Prinsip Aufbau
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.
Untuk memberikan gambaran yang jelas
bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara penamaannya, dapat dilihat
pada bagan di bawah ini.
Untuk memudahkan
urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan bagan berikut.
Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada orbital-orbital
suatu atom
Urutan tingkat energi orbital dari
yang paling rendah sebagai berikut.
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya
2. Aturan Hund
Pada pengisian
orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan
lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron
dengan arah spin yang sama.
Untuk
mempermudah penggambaran maka orbital dapat digambarkan sebagai segi empat
sedang kedua elektron yang berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan
digambarkan sebagai 2 anak panah dengan arah yang berlawanan, + ½ (searah
dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke atas (↑), – ½
(berlawanan dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah (↓).
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
- orbital s dengan elektronnya digambar |↑↓|
- orbital p dengan elektronnya digambar |↑↓| |↑↓|
|↑↓|
- orbital d dengan elektronnya digambar |↑↓| |↑↓|
|↑↓| |↑↓| |↑↓|
Perjanjian:
Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½ dan elektron yang kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.
Elektron
ke-
|
Orbital
yang ditempati
|
Konfigurasi
elektron terakhir
|
Nilai
|
keterangan
|
|||
n
|
l
|
m
|
s
|
Aturan
Hund
|
|||
1
|
1s
|
1s1
|
1
|
0
|
0
|
+
½
|
|
2
|
1s
|
1s2
|
1
|
0
|
0
|
-
½
|
|
3
|
2s
|
2s1
|
2
|
0
|
0
|
+
½
|
|
4
|
2s
|
2s2
|
2
|
0
|
0
|
-
½
|
|
5
|
2p
|
2p1
|
2
|
1
|
-1
|
+
½
|
|
6
|
2p
|
2p2
|
2
|
1
|
0
|
-
½
|
|
7
|
2p
|
2p3
|
2
|
1
|
+1
|
+
½
|
|
8
|
2p
|
2p4
|
2
|
1
|
-1
|
-
½
|
|
9
|
2p
|
2p5
|
2
|
1
|
0
|
+
½
|
|
10
|
2p
|
2p6
|
2
|
1
|
+1
|
-
½
|
Sumber:
Brady, General Chemistry Principle and Structure
Orbital penuh dan setengah penuh
Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital d dan f (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f). Apabila elektron pada orbital d dan f terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f tersebut harus diisi tepat ½ penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital s yang terdekat.
Contoh:
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron ion positif dan
ion negatif
Misalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl–
19K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K+ yang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl– yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl–: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5
Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl– = atom Ar, peristiwa semacam ini disebut isoelektronis. Konfigurasi elektron yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.
3. Larangan Pauli
Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.
Contoh:
Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = – ½ . Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga n, l, dan m yang sama, tapi harga s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan s elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga m dan l yang diperbolehkan untuk setiap harga n dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.
Bilangan
kuantum
utama
(n)
|
Orbital
|
Bilangan
kuantum
|
Notasi
orbital
|
Jumlah
elektron
|
||
l
|
m
|
s
|
||||
n
= 1
(kulit
K)
|
S
|
0
|
0
|
+
½
|
1s
|
2
|
0
|
0
|
-
½
|
||||
n
= 2
(kulit
L)
|
S
|
0
|
0
|
+
½
|
2s
|
2
|
0
|
0
|
-
½
|
||||
p
|
1
|
-1
|
+
½
|
2p
|
6
|
|
p
|
1
|
-1
|
-
½
|
|||
p
|
1
|
0
|
+
½
|
|||
p
|
1
|
0
|
-
½
|
|||
p
|
1
|
+1
|
+
½
|
|||
p
|
1
|
+1
|
-
½
|
Sumber: Brady, General Chemistry
Principle and Structure
Kesimpulan:
Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpulkan bahwa dalam tiap orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron.
Kekhasan atom C (karbon)
Dalam kehidupan sehari-hari, seyawa
kimia memegang peranan penting, seperti dalam makhuluk hidup, sebagai zat
pembentuk atau pembangun di dalam sel, jaringan dan organ. Senyawa-senyawa
tersebut meliputi asam nukleat, karbohidrat, protein dan lemak. Proses
interaksi organ memerlukan zat lain seperti enzim dan hormon. Tubuh kita juga
memiliki sistem pertahanan dengan bantuan antibodi. Demikian pula dengan alam
sekitar kita seperti tumbuhan dan minyak bumi, juga disusun oleh molekul
molekul yang sangat khas dan dibangun oleh atom-atom dengan kerangka atom
karbon ( C ).
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3
Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 .
Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 12.2.
Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa hidrokarbon
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3
Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 .
Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 12.2.
Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa hidrokarbon
alam penulisan konfigurasi elektron
dan diagram orbital perlu berlandaskan pada tiga prinsip utama yaitu prinsip
aufbau, aturan Hund dan aturan penuh setengah penuh.
A. Azas Aufbau
Azas Aufbau menyatakan bahwa
:“Pengisian elektron dimulai dari subkulit yang berenergi paling rendah
dilanjutkan pada subkulit yang lebih tinggi energinya”. Dalam setiap sub kulit
mempunyai batasan elektron yang dapat diisikan yakni :
Subkulit s maksimal berisi 2
elektron
Subkulit p maksimal berisi 6
elektron
Subkulit d maksimal berisi 10
elektron
Subkulit f maksimal berisi 14
elektron
Berdasarkan ketentuan tersebut maka
urutan pengisian (kofigurasi) elektron mengikuti tanda panah pada gambar
berikut!
Berdasarkan diagram di atas dapat disusun urutan konfigurasi
elektron sebagai berikut :
1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 ….
dan seterusnya
Keterangan :
Jumlah elektron yang ditulis dalam
konfigurasi elektron merupakan jumlah elektron maksimal dari subkulit tersebut
kecuali pada bagian terakhirnya yang ditulis adalah elektron sisanya.
Perhatikan contoh di bawah ini :
Jumlah elektron Sc adalah 21 elekron
kemudian elektron-elektron tersebut kita isikan dalam konfigurasi elektron
berdasarkan prinsip aufbau di atas. Coba kalian perhatikan, ternyata tidak
selalu kulit yang lebih rendah ditulis terlebih dahulu (4s ditulis dahulu dari
3d). Hal ini karena semakin besar nomor kulitnya maka selisih energi dengan
kulit di atasnya semakin kecil sementara jumlah sub kulitnya semakin banyak
sehingga terjadi tumpang tindih urutan energi sub kulitnya. Untuk mempermudah
penilisan tingkatenerginya digunakan prinsip aufbau di atas. Untuk keteraturan
penulisan, 3d boleh ditulis terlebih dahulu dari 4s namun pengisian
elektronnya tetap mengacu pada prinsip aufbau. hal ini terkesan remeh tapi
penting..... jadi bila kalian disuruh menuliskan bilangan kuantum dari elektron
terakhir dari Sc maka elektron tersebut terletak pada sub kulit 3d bukan 4s,
walau dalam penulisan terakhir sendiri adalah sub kulit 4s.....cirinya pada sub
kulit 3d tidak terisi penuh elektron sedangkan sub kulit 4s nya terisi penuh.
Penulisan konfigurasi elektron dapat
disingkat dengan penulisan atom dari golongan gas mulia yaitu : He (2
elektron), Ne (10 elektron), Ar (18 elektron), Kr (36 elektron), Xe (54
elektron) dan Rn ( 86 elektron). Hal ini karena pada konfigurasi elektron gas
mulia setiap sub kulitnya terisi elektron secara penuh.
Skema yang digunakan untuk
memudahkan penyingkatan sebagai berikut :
Contoh penyingkatan konfigurasi
elektron :
Konfigurasi elektron dalam atom
selain diungkapkan dengan diagram curah hujan, seringkali diungkapkan dalam
diagram orbital. Ungkapan yang kedua akan bermanfaat dalam menentukan bentuk
molekul dan teori hibridisasi.
Yang harus diperhatikan dalam
pembuatan diagram orbital :
1. Orbital-orbital dilambangkan
dengan kotak
2. Elektron dilambangkan sebagai
tanda panah dalam kotak
3. Banyaknya kotak ditentukan
berdasarkan bilangan kuantum magnetik, yaitu:
4. Untuk orbital-orbital yang
berenergi sama dilambangkan dengan sekelompok kotak yang bersisian, sedangkan
orbital dengan tingkat energi berbeda digambarkan dengan kotak yang terpisah.
5. Satu kotak orbital berisi 2 elektron, satu tanda panah
mengarah ke atas dan satu lagi mengarah ke bawah. Pengisan elektron dalam
kotak-kotak orbital menggunakan aturan Hund.
B. Aturan Hund
Friedrich Hund (1927), seorang ahli
fisika dari Jerman mengemukakan aturan pengisian elektron pada orbital yaitu :
“orbital-orbital dengan energi yang
sama, masing-masing diisi lebih dulu oleh satu elektron arah (spin) yang sama
dahulu kemudian elektron akan memasuki orbital-orbital secara urut dengan arah
(spin) berlawanan atau dengan kata lain dalam subkulit yang sama semua orbital
masing-masing terisi satu elektron terlebih dengan arah panah yang sama
kemudian sisa elektronnya baru diisikan sebagai elektron pasangannya dengan
arah panah sebaliknya”.
Coba perhatikan contoh diagram
elektron di bawah ini, khususnya pada bagian akhirnya :
Pada pengisian diagram orbital unsur S pada konfigurasi 3p4,
3 elektron diisikan terlebih dahulu dengan gambar tanda panah ke atas baru
sisanya 1 elektron digambar dengan tanda panah ke bawah.
C. Aturan Penuh Setengah Penuh
Sifat ini berhubungan erat dengan
hibridisasi elektron. Aturan ini menyatakan bahwa : “suatu elektron mempunyai
kecenderungan untuk berpindah orbital apabila dapat membentuk susunan elektron
yang lebih stabil.....untuk konfigurasi elektron yang berakhiran pada sub kulit
d berlaku aturan penuh setengah penuh. Untuk lebih memahamkan teori ini
perhatikan juga contoh di bawah ini :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d4
menjadi 24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
dari contoh terlihat apabila 4s diisi 2 elektron maka 3d kurang satu elektron untuk menjadi setengah penuh....maka elektron dari 4s akan berpindah ke 3d. hal ini juga berlaku untuk kasus :
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d9
menjadi 29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d10
Penentuan Periode dan Golongan Suatu Unsur
Untuk menentukan letak periode suatu
unsur relatif mudah. Periode suatu unsur sama dengan nomor kulit terbesarnya
dalam konfigurasi elektron. musalnya :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
Nomor kulit terbesarnya adalah 4
(dalam 4s1) maka Cr terletak dalam periode 4
Sedangkan untuk menentukan golongan
menggunakan tabel. Bila subkulit terakhirnya pada s atau p maka digolongkan
dalam golongan A (utama) sedangkan bila subkulit terakhirnya pada d maka
digolongkan dalam golongan B (transisi). Lebih lengkapnya coba perhatikan tabel
di bawah ini :
Coba kalian perhatikan tabel di
atas. Untuk memudahkan pengingatan golongan A dimulai dari golongan I A
sedangkan golongan B dimulai dari III B. selain itu jika subkulit terakhirnya p
atau d maka sub kulit s sebelumnya diikutkan. Pada golongan VI B dan I B
berlaku aturan penuh setengah penuh.
Sebagai contoh :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
Periode = 4
Golongan = VI B
konfigurasi elektron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah
atom, molekul, atau struktur fisik lainnya.Sama seperti partikel elemener
lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat
bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron
tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan
waktu yang bernilai kompleks. Menurut interpetasi mekanika kuantum Copenhage,
posisi sebuah elektron tidak bisa ditentukan kecuali setelah adanya aksi
pengukuran yang menyebabkannya untuk bisa dideteksi. Probabilitas aksi
pengukuran akan mendeteksi sebuah elektron pada titik tertentu pada ruang
adalah proporsional terhadap kuadrat nilai absolut fungsi gelombang pada titik
tersebut.
Elektron-elektron dapat
berpindah dari satu aras energi ke aras energi yang lainnya dengan emisi atau
absorpsi kuantum energi dalam bentuk foton. Oleh karena asal larangan pauli,
tidak boleh ada lebih dari dua elektron yang dapat menempati sebuah orbital
atom, sehingga elektron hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital yang
lainnya hanya jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Pengetahuan atas
konfigurasi elektron atom-atom sangat berguna dalam membantu pemahaman struktur
tabel periodik unsur-unsur. Konsep ini juga berguna dalam menjelaskan ikatan
kimia yang menjaga atom-atom tetap bersama.
Kelopak
dan subkelopak
Konfigurasi elektron yang pertama
kali dipikirkan adalah berdasarkan pada model atom model Bohr. Adalah umum
membicarakan kelopak maupun subkelopak walaupun sudah terdapat kemajuan dalam
pemahaman sifat-sifat mekanika kuantum elektron. Berdasarkan asas larangan
pauli, sebuah orbital hanya dapat menampung maksimal dua elektron. Namun pada
kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa orbital yang memiliki aras energi yang
sama (dikatakan berdegenerasi), dan orbital-orbital ini dihitung bersama dalam
konfigurasi elektron.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah kelopak elektron dapat menampung 2n2 elektron; kelopak pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga 18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai n dan l yang sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak berjumlah 2(2l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2 elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10 elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah kelopak elektron dapat menampung 2n2 elektron; kelopak pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga 18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai n dan l yang sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak berjumlah 2(2l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2 elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10 elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.
Notasi
Para fisikawan dan kimiawan
menggunakan notasi standar untuk mendeskripsikan konfigurasi-konfigurasi
elektron atom dan molekul. Untuk atom, notasinya terdiri dari untaian label
orbital atom (misalnya 1s, 3d, 4f) dengan jumlah elektron dituliskan pada
setiap orbital (atau sekelompok orbital yang mempunyai label yang sama).
Sebagai contoh,hidrogen mempunyai satu elektron pada orbital s kelopak pertama,
sehingga konfigurasinya ditulis sebagai 1s1. Litium mempunyai dua
elektron pada subkelopak 1s dan satu elektron pada subkelopak 2s, sehingga
konfigurasi elektronnya ditulis sebagai 1s2 2s1.
Fosfor (bilangan atom15) mempunyai konfigurasi elektron : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2 ataupun [Ar] 4s2 3d6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp", "principal", "diffuse", dan "fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2 ataupun [Ar] 4s2 3d6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp", "principal", "diffuse", dan "fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.
Sejarah
Niels Bohr adalah orang yang pertama
kali (1923) mengajukan bahwa perioditas pada sifat-sifat unsur kimia dapat
dijelaskan oleh struktur elektronik atom tersebut.Pengajuannya didasarkan pada
model atom Bohr, yang mana kelopak-kelopak elektronnya merupakan orbit dengan
jarak yang tetap dari inti atom. Konfigurasi awal Bohr berbeda dengan konfigurasi
yang sekarang digunakan: sulfur berkonfigurasi 2.4.4.6 daripada 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4.
Satu tahun kemudian, E.C. Stoner memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori-teori kuatum lama"). Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan sebuah bilangan kuantum keempat dan asaa larangannya (1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j [ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan kuantum utama n yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m [ms] yang sama.
Persamaan Scrodingger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen: penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936)) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.
Satu tahun kemudian, E.C. Stoner memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori-teori kuatum lama"). Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan sebuah bilangan kuantum keempat dan asaa larangannya (1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j [ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan kuantum utama n yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m [ms] yang sama.
Persamaan Scrodingger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen: penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936)) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.
Asas
Aufbau
Asas Aufbau(berasal dari Bahasa
Jerman Aufbau yang berarti "membangun, konstruksi") adalah
bagian penting dalam konsep konfigurasi elektron awal Bohr. Ia dapat dinyatakan
sebagai:
Terdapat maksimal dua elektron yang
dapat diisi ke dalam orbital dengan urutan peningkatan energi orbital: orbital
berenergi terendah diisi terlebih dahulu sebelum elektron diletakkan ke orbital
berenergi lebih tinggi.
Urutan pengisian orbital-orbital
atom mengikuti arah panah.
Asas ini bekerja dengan baik (untuk
keadaan dasar atom-atom) untuk 18 unsur pertama; ia akan menjadi semakin kurang
tepat untuk 100 unsur sisanya. Bentuk modern asas Aufbau menjelaskan urutan
energi orbital berdasarkan kaidah Madelung, pertama kali dinyatakan oleh Erwin
Madelung pada tahun 1936.
1.
Orbital diisi dengan urutan
peningkatan n+l;
2.
Apabila terdapat dua orbital dengan
nilai n+l yang sama, maka
orbital yang pertama diisi adalah orbital dengan nilai n yang paling
rendah.
Sehingga, menurut kaidah ini, urutan
pengisian orbital adalah sebagai berikut:
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s
4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
Asas Aufbau dapat diterapkan, dalam
bentuk yang dimodifikasi, ke proton dan neutron dalam inti atom.
Tabel
periodik
Tabel konfigurasi elektron
Bentuk tabel periodik berhubungan
dekat dengan konfigurasi elektron atom unsur-unsur. Sebagai contoh, semua unsur
golongan 2 memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dengan
[E] adalah konfigurasi gas inert), dan memiliki kemiripan dalam sifat-sifat
kimia. Kelopak elektron terluar atom sering dirujuk sebagai "kelopak
valensi" dan menentukan sifat-sifat kimia suatu unsur. Perlu diingat bahwa
kemiripan dalam sifat-sifat kimia telah diketahui satu abad sebelumnya, sebelum
pemikiran konfigurasi elektron ada.
Kelemahan asas Aufbau
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak (walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti meode Hearree-Fock).
Kelemahan asas Aufbau
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak (walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti meode Hearree-Fock).
Ionisasi
logam transisi
Aplikasi asas Aufbau yang terlalu
dipaksakan kemudan menghasilkan paradoks dalam kimia logam transisi.
Kalium dan Kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s memiliki nilai n+l = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l = 5 (n = 3, l = 2). Namun Kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium Heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.
Kalium dan Kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s memiliki nilai n+l = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l = 5 (n = 3, l = 2). Namun Kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium Heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.
Pengecualian
kaidah Madelung lainnya
Terdapat beberapa pengecualian
kaidah Madelung lainnya untuk unsur-unsur yang lebih berat, dan akan semakin
sulit untuk menggunakan penjelasan yang sederhana mengenai pengecualian ini.
Adalah mungkin untuk memprediksikan kebanyakan pengecualian ini menggunakan
perhitungan Hartree-Fock,yang merupakan metode pendekatan dengan melibatkan
efek elektron lainnya pada energi orbital. Untuk unsur-unsur yang lebih berat,
diperlukan juga keterlibatan afek relatifitas khusus terhadap energi orbital
atom, karena elektron-elektron pada kelopak dalam bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya. Secara umun, efek-efek relativistik in cenderung
menurunkan energi orbital s terhadap orbital atom lainnya.
Periode 5
|
Periode 6
|
Periode 7
|
||||||||
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
||
39
|
57
|
89
|
||||||||
58
|
90
|
|||||||||
59
|
91
|
|||||||||
60
|
92
|
|||||||||
61
|
93
|
|||||||||
62
|
94
|
|||||||||
63
|
95
|
|||||||||
64
|
96
|
|||||||||
65
|
97
|
|||||||||
40
|
72
|
|||||||||
41
|
73
|
|||||||||
42
|
74
|
|||||||||
43
|
75
|
|||||||||
44
|
76
|
|||||||||
45
|
77
|
|||||||||
46
|
78
|
|||||||||
47
|
79
|
|||||||||
48
|
80
|
|||||||||
49
|
81
|
Perubahan entalpi (ΔH)
positif menunjukkan bahwa dalam perubahan terdapat penyerapan kalor atau pelepasan
kalor.
Reaksi kimia yang melepaskan atau
mengeluarkan kalor disebut reaksi eksoterm, sedangkan reaksi
kimia yang menyerap kalor disebut reaksi endoterm. Aliran kalor
pada kedua jenis reaksi diatas dapat dilihat pada gambar 11 berikut:Gambar
11 Aliran kalor pada reaksi eksoterm dan endoterm
Pada reaksi endoterm,
sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan bertambah. Artinya
entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya,
perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi produk dengan entalpi
pereaksi (Hp -Hr) bertanda positif. Sehingga perubahan entalpi untuk reaksi
endoterm dapat dinyatakan:
ΔH = Hp- Hr > 0
(13 )
Sebaliknya, pada reaksi
eksoterm , sistem membebaskan energi, sehingga entalpi sistem akan berkurang,
artinya entalpi produk lebih kecil daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu ,
perubahan entalpinya bertanda negatif. Sehingga p dapat dinyatakan sebagai
berikut:
ΔH = Hp- Hr < 0 (
14 )
Perubahan entalpi pada
reaksi eksoterm dan endoterm dapat dinyatakan dengan diagram tingkat energi.
Seperti pada gambar 12. berikut
Kata
Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah reaksi
atau proses yang sedang dipelajari.
Lingkungan adalah segala
sesuatu di sekitar sistem dengan apa sistem berinteraksi.
Interaksi sistem dengan
lingkungan dapat berupa pertukaran materi dan/atau pertukaran energi.
Berdasarkan interaksi
yang terjadi antara sistem dan lingkungan, sistem dibedakan atas sistem
terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi.
Sistem dikatakan terbuka
jika terjadi pertukaran materi dan energi dengan lingkungan.
Contoh: Air panas dalam
gelas terbuka.
Sistem dikatakan
tertutup jika antara sistem dan lingkungan hanya terjadi pertukaran energi,
tetapi tidak pertukaran materi.
Contoh: Air panas dalam
gelas tertutup.
Sistem dikatakan
terisolasi jika antara sistem dan lingkungan tidak terjadi pertukaran materi
maupun energi.
Contoh: Air panas dalam
termos.
Gambar 5.1 Tiga jenis
sistem: (a) terbuka; (b) tertutup dan (c) terisolasi.
2. Reaksi Eksoterm dan
Endoterm
Reaksi yang membebaskan
kalor disebut reaksi ekstern, sedangkan reaksi yang menyerap kalor disebut
reaksi endoterm.
Gambar 5.3 Aliran kalor
pada reaksi eksoterm dan reaksi endoterm
Reaksi eksoterm: Entalpi
produk entalpi pereaksi; ∆H bertanda positif.
Gambar 5.4 Diagram
tingkat energi reaksi eksoterm dan endoterm
Contoh reaksi eksoterm:
Reaksi pembakaran, pemutusan ikatan, dan ionisasi atom.
Contoh reaksi endoterm:
Beras menjadi nasi, fotosintesis, dan peleburan.
3. Persamaan Termokimia
o Persamaan reaksi yang
disertai perubahan entalpinya disebut persamaan termokimia.
o Kalor reaksi yang
ditulis pada persamaan termokimia sesuai dengan stoikiometri reaksinya.
C(s) + ½O2(g) → CO(g) ∆H
= −110 kJ
2C(s) + O2(g) → 2CO(g)
∆H = −220 kJ
Contoh Soal 5-3:
Persamaan termokimia
Perhatikan persamaan
termokimia pembakaran asetilena berikut ini.
2C2H2(g) + 5O2(g) →
4CO2(g) + 2H2O(l) ∆H = –2600 kJ
a. Tentukanlah perubahan
entalpi pada pembakaran 10 liter asetilena (RTP)?
b. Berapa gram C2H2
harus dibakar untuk memanaskan 1 liter air dari 25ºC hingga tepat mendidih? (H
= 1; C = 12; kalor jenis air = 4,18 J g–1 ºC–1)
Penyelesaian:
Dari persamaan
termokimia dapat ditentukan entalpi pembakaran asetilena:
= = –1300 kJ mol–1
Jumlah mol dalam 10
liter C2H2 (RTP) = = mol
Kalor pembakaran 10
liter asetilena (RTP) = mol × (–1300 kJ mol–1) = –541,67 kJ
Kalor yang diperlukan
untuk memanaskan 1 liter (=100 g) dari 25 ºC hingga 100 ºC adalah
Q = m c ∆t = 1000 g ×
4,18 J g–1 ºC–1 (100 – 75)ºC = 313,5 kJ.
Diketahui kalor
pembakaran C2H2 = –1300 kJ mol–1.
Jadi, jumlah mol C2H2
yang harus dibakar untuk memperoleh kalor sebanyak 313,5 kJ adalah = 0,24 mol.
Massa 0,24 mol C2H2 =
0,24 mol × 26 g mol–1 = 6,24 g.
4. Kalorimetri
Kalor reaksi dapat ditentukan
melalui percobaan, yaitu dengan kalorimeter.
Data yang diperlukan
yaitu perubahan suhu yang menyertai reaksi.
Perhitungan kalorimetri
biasanya melalui 3 tahap sebagai berikut:
menentukan kalor yang
diserap/dilepas larutan dalam kalorimeter,
menentukan kalor reaksi,
yaitu sama dengan kalor larutan tetapi tandanya berlawanan,
menyesuaikan kalor
reaksi dengan stoikiometri reaksi.
Contoh Soal 5-4:
Kalorimetri
Pada reaksi antara 50 mL
larutan NaOH 1 M dengan 50 mL HCl 1 M terjadi kenaikan suhu sebesar 6ºC.
Tentukanlah perubahan entalpi reaksi penetralan NaOH dengan HCl. Anggaplah
kalor jenis larutan = 4,18 J g–1 dan massa jenis larutan = 1 g mL–1.
NaOH(aq) + HCl(aq) →
NaCl(aq) + H2O(l)
Penyelesaian:
Soal ini akan
diselesaikan dalam 3 langkah seperti disebutkan dalam ringkasan teori di atas.
Massa larutan = 50 g +
50 g = 100 g
Q larutan = m× c ×∆t =
100 g × 4,18 J g–1 × 6 ºC = 2,508 kJ
Q reaksi = – Q larutan =
–2,508 kJ
Jumlah mol NaOH = jumlah
mol HCl = 50 mmol = 0,05 mol.
Jadi, perubahan entalpi
(Q) sebesar –2,508 kJ yang dihitung di atas merupakan perubahan entalpi yang
menyertai reaksi ∆H reaksi, sedangkan yang ditanyakan yaitu perubahan entalpi
pada reaksi 0,05 mol NaOH dengan 0,05 mol HCl.
∆H reaksi yang ditanyakan,
yaitu ∆H reaksi yang menyertai reaksi 1 mol NaOH dengan 1 mol HCl dapat
ditentukan dengan membandingkan jumlah molnya dengan entalpi reaksi percobaan:
∆H = × –2,508 kJ =
–50,16 kJ
5. Hukum Hess = Hukum
Penjumlahan Kalor
Kalor reaksi tidak
bergantung pada lintasan, tetapi hanya pada keadaan awal dan keadaan akhir.
Contoh Soal 5-5: Hukum
Hess
Perhatikan diagram
berikut:
Berdasarkan diagram yang
tersebut, tentukanlah perubahan entalpi reaksi A →B.
Penyelesaian:
Diagram menunjukkan
pengubahan zat A menjadi zat B melalui dua lintasan, yaitu:
I. Lintasan langsung,
dan
II. Lintasan bertahap: A
→ C kemudian C → D (arahnya perlu disesuaikan), dan akhirnya D → B.
Menurut hukum Hess: ∆H
lintasan-I = ∆H lintasan-II.
∆H lintasan-I dapat
diperoleh dengan menjumlahkan ketiga tahap dalam lintasan II, sebagai berikut:
A → C ∆H = +50 kJ
C → D ∆H = +100 kJ
D → B ∆H = –40 kJ
A → B ∆H = +110 kJ
Jadi, perubahan entalpi
A → B adalah +110 kJ.
Contoh Soal 5-6: Hukum
Hess
Diketahui:
Mg(s) + 2HCl(aq) →
MgCl2(aq) + H2(g) ∆H = –467 kJ ……………….. (1)
MgO(s) + 2HCl(aq) →
MgCl2(aq) + H2O(l) ∆H = –151 kJ ……………….. (2)
Selain itu juga
diketahui entalpi pembentukan air, H2O(l) = –286 kJ mol–1.
Berdasarkan data
tersebut, tentukanlah entalpi pembentukan MgO(s).
Penyelesaian:
Data yang tersedia,
yaitu dua persamaan termokimia dan satu data entalpi pembentukan. Data entalpi
pembentukan air dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan termokimia sebagai
berikut:
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l)
∆H = –286 kJ ………………… (3)
Adapun reaksi yang
perubahan entalpinya ditanyakan, yaitu entalpi pembentukan MgO dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan termokimia sebagai beriktut:
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s)
∆H = . . . ?
Perubahan entalpi reaksi
ini dapat diperoleh dengan menyusun ketiga persamaan termokimia yang diketahui
perubahan entalpinya. Ketiga persamaan termokimia tersebut harus disusun
sedemikian rupa sehingga penjumlahannya sama dengan reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (2) harus dibalik
sehingga MgO berada di ruas kanan, sesuai reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (1) ditulis
sebagaimana adanya, sehingga MgCl2 dapat dihilangkan dari reaksi (2).
Realsi (3) ditulis
sebagaimana adanya, sehingga ½O2 berada di ruas kiri.
MgCl2(aq) + H2O(l) →
MgO(s) + 2HCl(aq) ∆H = +151 kJ ……………… (–2)
Mg(s) + 2HCl(aq) →
MgCl2(aq) + H2(g) ∆H = –467 kJ ……………….. (1)
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l)
∆H = –286 kJ ……………….. (3)
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s)
∆H = –602 kJ
Jadi, entalpi
pembentukan MgO adalah –602 kJ mol–1.
6. Entalpi Pembentukan
Apabila entalpi
pembentukan zat-zat yang terlibat dalam reaksi diketahui, maka entalpi reaksi
dapat ditentukan dengan rumus berikut:
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk)
– ∑∆Hfº(pereaksi)
Contoh Soal 5-7:
Menentukan perubahan entalpi reaksi berdasarkan data entalpi pembentukan.
Diketahui entalpi
pembentukan CH4(g) = –75 kJ mol–1; CO2(g) = –393,5 kJ mol–1 dan H2O(l) = –286
kJ mol–1. Tentukan jumlah kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 g
metana.
Penyelesaian:
Langkah pertama,
menentukan entalpi pembakaran metana berdasarkan data entalpi pembentukan yang
diketahui.
Reaksi pembakaran sempurna
metana sebagai berikut:
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g)
+ 2H2O(l)
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk)
– ∑∆Hfº(pereaksi)
= {∆Hfº(CO2) + 2 ×
∆Hfº(H2O)} – {∆Hfº(CH4) + ∆Hfº(2 × O2)}
= {–393,5 + (2 × –286)}
– {–75 + 2 × 0}
= –890 kJ
Jadi, ∆H pembakaran
metana adalah –890,5 kJ mol–1.
Kalor pembakaran 1 gram
metana = × (–890,5 kJ mol–1) = –55,66 kJ
7. Energi Ikatan
Energi ikatan adalah
energi yang diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam
wujud gas.
Jika KESETIMBANGAN KIMIA
Konsep Kesetimbangan Dinamis
Reaksi kesetimbangan adalah reaksi dimana zat-zat hasil reaksi ( produk ) dapat bereaksi kembali membentuk zat-zat semula ( reaktan ). Jadi reaksi berlangsung dua arah ( reversibel ) :
Kapankah suatu reaksi bolak-balik mencapai keadaan setimbang ?
Pada saat laju reaksi ke kanan = laju reaksi ke kiri
Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah mencapai kesetimbangan ?
Saat tercapai kesetimbangan jumlah
zat-zatnya baik reaktan maupun produk tidak lagi berubah. Jumlah zat
sebanding dengan mol dan konsentrasi sehingga saat setimbang mol dan
konsentrasi zat-zatnya tetap.
Jelaskan, mengapa kesetimbangan kimia disebut kesetimbangan dinamis !
Jelaskan, mengapa kesetimbangan kimia disebut kesetimbangan dinamis !
Walaupun reaksi kimia sudah mencapai
keadaan setimbang akan tetapi reaksi tetap berlangsung pada tingkat
molekul/mikroskopis. karena kecepatan reaksi maju/ke kanan = reaksi balik/ke
kiri maka seakan-akan reaksinya sudah berhenti.
Ciri khas reaksi kesetimbangan :
"Zat-zat ruas kiri ( reaktannya ) tidak pernah habis"
Pada saat terjadi kesetimbangan,
maka harga tetapan kesetimbangan ( Kc ) dapat ditentukan. Nilainya ditentukan
dengan menggunakan perbandingan konsentrasi zat-zatnya saat tercapai
kesetimbangan.
dari bentuk persamaan di atas dapat disimpulkan :
Jika nikai K > 1 maka hasil/produk yang dihasilkan banyak
Jika nikai K < 1 maka hasil/produk yang dihasilkan sedikit
Hal PENTING yang perlu kalian ketahui !
Untuk reaksi yang sama harga Kc hanya dipengaruhi suhu.
Selama suhu tetap maka K tetap. Harga K berubah hanya apabila
suhunya berubah. perubahan harga K tergantung jenis reaksinya :
- Reaksi Endoterm (
menyerap kalor / delta H nya positif ) : K berbanding lurus
dengan suhu. Artinya jika suhunya meningkat maka K nya juga meningkat dan
sebaliknya jika suhunya menurun maka K nya juga menurun.
- Reaksi Eksoterm (
melepas kalor / delta H nya negatif ) : K berbanding terbalik
dengan suhu. Artinya jika suhunya meningkat maka K nya menurun dan
sebaliknya jika suhunya menurun maka K nya meningkat.
Membandingkan harga K dengan
beberapa reaksi :
- Jika reaksi dibalik maka K menjadi 1/K
- Jika reaksinya dikalikan n maka K menjadi Kn
- Jika reaksinya dibagi n maka K menjadi akar n nya K
- Jika dua reaksi atau lebih dijumlahkan maka harga K
tiap-tiap reaksi dikalikan
Diketahui tetapan kesetimbangan 2
reaksi sebagai berikut :


Kc nya berturut-turut adalah 4 dan 8 maka tetapan kesetimbangan bagi reaksi :


Kc nya berturut-turut adalah 4 dan 8 maka tetapan kesetimbangan bagi reaksi :
adalah !
Untuk mengetahui perubahan nilai tetapan kesetimbangan ( K ) yang kita perhatikan adalah senyawa yang spesifik yang ada untuk tiap-tiap reaksi.
untuk reaksi pertama yang kita perhatikan perubahannya adalah senyawa B karena senyawa B tidak ada pada reaksi ke dua. Senyawa B yang mula-mula di ruas kiri menjadi di ruas kanan dan dikalikan 2 (karena angka koefisiennya berubah dari 1 menjadi 2 berarti berubah menjadi dua kalinya).
maka reaksinya ditulis :

karena dibalik maka K = 4 menjadi K = 1/4 kemudian dikalikan 2 maka K = 1/4 berubah lagi menjadi kuadratnya K = (1/4)2 = 1/16
untuk reaksi kedua tidak mengalami perubahan karena senyawa spesifiknya yaitu senyawa D tetap ada di ruas kiri dan angka koefisiennya pun tetap = 1 sehingga K nya juga tetap 8. Dari reaksi pertama yang telah diubah dengan reaksi kedua digabung menjadi :
Untuk mengetahui perubahan nilai tetapan kesetimbangan ( K ) yang kita perhatikan adalah senyawa yang spesifik yang ada untuk tiap-tiap reaksi.
untuk reaksi pertama yang kita perhatikan perubahannya adalah senyawa B karena senyawa B tidak ada pada reaksi ke dua. Senyawa B yang mula-mula di ruas kiri menjadi di ruas kanan dan dikalikan 2 (karena angka koefisiennya berubah dari 1 menjadi 2 berarti berubah menjadi dua kalinya).
maka reaksinya ditulis :

karena dibalik maka K = 4 menjadi K = 1/4 kemudian dikalikan 2 maka K = 1/4 berubah lagi menjadi kuadratnya K = (1/4)2 = 1/16
untuk reaksi kedua tidak mengalami perubahan karena senyawa spesifiknya yaitu senyawa D tetap ada di ruas kiri dan angka koefisiennya pun tetap = 1 sehingga K nya juga tetap 8. Dari reaksi pertama yang telah diubah dengan reaksi kedua digabung menjadi :
senyawa yang sama di
ruas kiri dan kanan saling coret....
karena digabung maka nilai K = 1/16 dan K = 8 dikalikan sehingga menjadi :
K = 1/16 . 8 = 1/2
Pergeseran Kesetimbangan
Asas Le Chatelier
Jika terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu aksi (tindakan) maka reaksi akan bergeser untuk menghilangkan pengaruh aksi itu.
Pengaruh Konsentrasi
karena digabung maka nilai K = 1/16 dan K = 8 dikalikan sehingga menjadi :
K = 1/16 . 8 = 1/2
Pergeseran Kesetimbangan
Asas Le Chatelier
Jika terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu aksi (tindakan) maka reaksi akan bergeser untuk menghilangkan pengaruh aksi itu.
Pengaruh Konsentrasi
- Jika salah satu pereaksi/reaktan/senyawa
di ruas kiri diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser
ke ruas kanan/produk/hasil reaksi. Sebaliknya jika salah
satu produk/hasil reaksi/ruas kanan diperbesar maka
kesetimbangan akan bergeser ke ruas kiri/pereaksi/reaktan.
- Jika salah satu pereaksi/reaktan/senyawa
di ruas kiri diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser
ke ruas kiri/pereaksi/reaktan. Sebaliknya jika salah satu
produk/hasil reaksi/ruas kanan diperkecil maka
kesetimbangan akan bergeser ke ruas kanan/produk/hasil
reaksi.
Pengaruh Volume
- Jika volume diperbesar
(pengenceran) maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah
molekulnya terbanyak atau ke ruas yang jumlah angka koefiseinnya
terbanyak.
- Jika volume diperkecil
(pemekatan) maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah
molekulnya terkecil atau ke ruas yang jumlah angka koefiseinnya
terkecil.
- Jika jumlah angka
koefisien ruas kanan dan ruas kiri sama maka penambahan atau
pengurangan volume tidak akan menggeser kesetimbangan.
PENTING !! Angka koefisien reaksi dari zat padat murni ( s ) dan zat cair murni ( l ) TIDAK mempengaruhi kesetimbangan yang mempengaruhi kesetimbangan adalah senyawa dalam bentuk larutan ( aq ) dan gas ( g ). Perhatikan contoh untuk pengaruh volume dan konsentrasi :
ke arah mana kesetimbangan bergeser jika suhu tetap :
a. ditambah BiCl3
b. ditambah air
c. ditambah BiOCl
d. ditambah HCl
e. ditambah NaOH
Jawab :
a. Penambahan BiCl3, salah satu pereaksi, akan menggeser kesetimbangan ke kanan
b. Penambahan air (memperbesar volume) akan menggeser kesetimbangan ke kanan karena koefisien ruas kanan lebih besar dari ruas kiri. Alasannya : koefisien ruas kiri = 1 yaitu koefisien BiCl3, ingat koefisien H2O tidak usah dihitung karena zat cair murni ( l ) sedangkan jumlah koefisien di ruas kanan = 2 yaitu koefisien dari HCl, ingat BiOCl tidak diperhitungkan karena bentuknya padat ( s ).
c. Penambahan BiOCl yang merupakan komponen padat tidak menggeser kesetimbangan.
d. Penambahan HCl, salah satu produk, akan menggeser kesetimbangan ke kiri.
e. Penambahan NaOH akan bereaksi dengan HCl yang berarti mengurangi salah satu produk, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
Pengaruh Tekanan
pengaruh tekanan berlawanan dengan pengaruh volume :
- Jika tekanan diperbesar maka kesetimbangan
akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah molekulnya terkecil atau ke
ruas yang jumlah angka koefiseinnya terkecil.
- Jika tekanan diperkecil maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang jumlah molekulnya
terterbesar atau ke ruas yang jumlah angka koefiseinnya terbesar.
- Jika jumlah angka koefisien ruas kanan dan ruas
kiri sama maka penambahan atau pengurangan tekanan tidak
akan menggeser kesetimbangan.
INGAT !! sama dengan pengaruh volume pada pengaruh tekanan... Angka
koefisien reaksi dari zat padat murni ( s ) dan zat cair murni ( l ) TIDAK
mempengaruhi kesetimbangan jadi tidak dihitung.
Pengaruh Suhu
Pengaruh Suhu
- Jika suhu sistem kesetimbangan dinaikkan
maka reaksi sistem menurunkan suhu dengan cara kesetimbangan bergeser ke
pihak reaksi yang menyerap kalor (endoterm).
- Jika suhu sistem kesetimbangan diturunkan
maka reaksi sistem menaikkan suhu dengan cara kesetimbangan bergeser ke
pihak reaksi yang melepas kalor (eksoterm).
Contoh :
Ke arah mana kesetimbangan akan bergeser jika suhu dinaikkan !
Pada kenaikan suhu kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi endoterm ( delta H nya + ) :
a. Pada reaksi pertama kesetimbangan akan bergeser ke kiri karena reaksi pertama dari kiri ke kanan adalah reaksi eksoterm ( delta H nya - ) maka reaksi endotermnya kebalikannnya yaitu dari kanan ke kiri
b. Pada reaksi kedua kesetimbangan akan bergeser ke kanan karena reaksi kedua dari kiri ke kanan adalah reaksi endoterm ( delta H nya + ) maka reaksi endotermnya sudah sesuai yaitu dari kiri ke kanan
Pengaruh Katalisator
Dalam suatu reaksi kesetimbangan, pengaruh katalisator adalah mempercepat terjadinya reaksi sehingga reaksi maju dan reaksi baliknya sama-sama bertambah kuat. Oleh karena itu, katalisator tidak mempengaruhi susunan kesetimbangan akan tetapi mempercepat tercapainya keadaan setimbang.
Menentukan Tetapan Kesetimbangan ( Kc )
Memperdalam tentang tetapan kesetimbangan yang telah disinggung sebelumnya.
Tetapan
kesetimbangan adalah hasil kali konsentrasi setimbang zat di ruas kanan
dibagi
hasil kali konsentrasisetimbang zat di ruas kiri, masing-masing konsentrasi zat
dipangkatkan dengan koefisien reaksinya.

Persamaan tetapan kesetimbangannya adalah :

Tetapan kesetimbangan untuk reaksi yang sama "harganya tetap untuk suhu yang tetap"
zat padat murni ( s ) dan zat cair murni ( l ) TIDAK disertakan dalam penyusunan tetapan kesetimbangan


BiOCl (s) dan H2O tidak disertakan dalam persamaan Kc karena bertutut-turut bentuknya zat padat (s) dan zat cair murni ( l ).
Contoh Soal 1 :
Metana (CH4) dapat diperoleh dari dari reaksi gas CO2 dan gas H2 menurut persamaan :

Reaksi ini berlangsung pada suhu tinggi dengan suatu katalisator. Ke dalam ruangan 500 ml mula-mula dimasukkan 1 mol gas CO dan 3 mol gas H2 diperoleh 0,387 mol air. Tentukan besarnya tetapan kesetimbangannya pada suhu tersebut !
Jawab :
Mula-mula kalian buat bagan seperti di bawah ini :
lalu kalian isikan nilai mol senyawa di bawah senyawanya
sesuai dengan keterangan soal ( angka yang berwarna hitam ). ingat
mol H2O sebesar 0,378 mol
diisikan di bagian setimbang. karena mula-mula H2O tidak ada kemudian diperoleh / saat setimbang
0,378 mol. Karena mula-mula tidak ada kemudian saat setimbang menjadi 0,378
juga berarti saat bereaksi menghasilkan H2O sebesar 0,378 mol juga. Saat
reaksi perbandingan mol = perbandingan angka koefisien, isikanlah
mol saat reaksi untuk semua senyawa berdasarkan mol H2O saat reaksi
sebesar 0,378 mol dikalikan angka koefisiennya masing-masing ( angka yang
berwarna merah ). Mol saat setimbang di ruas
kiri = mol mula-mula - mol setimbang dan di ruas kanan mol saat
setimbang = mol mula-mula + mol setimbang. Hasilnya diisikan di
bagian setimbangnya ( angka berwarna biru
).
angka yang dipakai untuk menyusun Kc adalah angka saat keadaan setimbang... tetapi ingat, bukan dalam mol namun dalam konsentrasi ( M )

karena volemenya 500 ml = 0,5 liter maka setiap molnya dibagi 0,5 :
CO = 0,622 mol / 0,5 l = 1,244 M
H2 = 1,866 mol/ 0,5 l = 3,732 M
CH4 = H2O = 0,378 mol / 0,5 l = 0,756 M
angka yang dipakai untuk menyusun Kc adalah angka saat keadaan setimbang... tetapi ingat, bukan dalam mol namun dalam konsentrasi ( M )

karena volemenya 500 ml = 0,5 liter maka setiap molnya dibagi 0,5 :
CO = 0,622 mol / 0,5 l = 1,244 M
H2 = 1,866 mol/ 0,5 l = 3,732 M
CH4 = H2O = 0,378 mol / 0,5 l = 0,756 M
Harga Kc yang kecil menunjukkan reaksi ini hanya membentuk sedikit sekali metana (CH4)
Contoh Soal 2 :
Harga Kc untuk reaksi di bawah ini dalam suhu tertentu adalah 49

Pada suatu percobaan, 2 mol H , 2 mol I dan 4 mol HI dicampur dalam suatu ruangan 1 liter pada suhu yang sama. Tentukan mol HI saat mencapai keadaan setimbang !
Jawab :
Misalkan H yang bereaksi x mol maka :
Pada saat setimbang :

karena volumenya 1 liter maka mol = konsentrasinya ( ingat : M = mol/volume )

kedua ruas diakar :

14 - 7x = 4 + 2x
10 = 9x
x = 10/9 = 1,11
maka saat setimbang mol HI = (4 + 2x) = 6,22 mol
Contoh Soal 3 :
Dalam bejana 1 dm3 terdapat kesetimbangan antara 0,05 mol N2; 0,20 mol H2; dan 0,10 NH3. Untuk meningkatkan jumlah NH3 menjadi 0,20 mol dalam suhu dan volume tetap harus ditambahkan N2 sebanyak....
Jawab :

karena volumenya 1 liter maka mol = konsentrasinya ( ingat : M = mol/volume )

kedua ruas diakar :

14 - 7x = 4 + 2x
10 = 9x
x = 10/9 = 1,11
maka saat setimbang mol HI = (4 + 2x) = 6,22 mol
Contoh Soal 3 :
Dalam bejana 1 dm3 terdapat kesetimbangan antara 0,05 mol N2; 0,20 mol H2; dan 0,10 NH3. Untuk meningkatkan jumlah NH3 menjadi 0,20 mol dalam suhu dan volume tetap harus ditambahkan N2 sebanyak....
Jawab :

karena dalam suhu yang sama Kc tidak berubah maka berlaku Kc1 = Kc2
Ingat.... mol tiap-tiap senyawa tidak dibagi volume karena volumenya = 1 liter jika tidak satu liter maka mol tiap-tiap senyawa harus dibagi dengan volumenya seperti contoh soal no 1.
N2 = 4.0,05 = 0,20 mol
maka N yang ditambahkan = mol N setelah - mol N mula-mula = 0,20 mol - 0,05 mol = 0,15 mol
Kesetimbangan Dissosiasi
Disosiasi adalah peruraian suatu zat menjadi zat lain yang lebih sederhana
Derajad disosiasi adalah perbandingan antara jumlah zat yang terdisosiasi / terurai / bereaksi dengan jumlah zat mula-mula.

Contoh :
Jika 3 mol AB dalam satu liter air terurai sebanyak 40 % menurut reaksi :

maka tetapan kesetimbangan reaksi tersebut....
Jawab :
Derajad disosiasi = 40 % = 0,4
Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial ( Kp )
tetapan kesetimbangan untuk sistem kesetimbangan gas juga dapat dinyatakan dengan tekanan parsial gas


, P = tekanan parsial senyawa gas
Perbandingan tekanan parsial = Perbandingan mol saat setimbang
Jika diketahui tekanan total suatu reaksi gas maka tekanan parsial tiap-tiap zatnya dapat ditentukan :
Jumlah mol total saat reaksi gas mencapai kesetimbangan dapat dicari dengan rumus gas ideal :
Hubungan Kc dan Kp :


Keterangan :
P = tekanan (atm)
V = volume (m)
n = mol
R = 0,082 L.atm/mol.K
T = Suhu ( K )
delta n = Jumlah koefisien gas kanan - Jumlah koefisien gas kiri
Contoh Soal :
Sebanyak 10 mol gas N2 dicampurkan dengan 40 mol gas H2 dalam suatu ruangan 10 liter kemudian dipanaskan pada suhu 427 C sehingga bereaksi membentuk NH3 menurut reaksi kesetimbangan :

Apabila tekanan total campuran pada keadaan setimbang adalah 230 atm. tentukanlah harga Kp !
Jawab :
dengan menggunakan persamaan gas ideal jumlah mol gas dalam campuran saat setimbang dapat dihitung sebagai berikut :

Hati2... suhu harus dalam Kelvin ( K ) maka T = 427 C + 273 = 700 K
misal jumlah mol N2 yang bereaksi = x mol maka susunan kesetimbangan dapat dihitung sebagai berikut :
karena jumlah mol totalnya = 40 mol maka x dapat dicari :
(10 - x) + (40 - 3x) + 2x = 40
-2x = -10
x = 5
susunan mol saat kesetimbangan sebagai berikut :
N2 = 10 - x = 5 mol
H2 = 40 - 3x = 25 mol
NH3 = 2x = 10 mol
Tekanan Parsial gas saat setimbang :
tekanan parsial N2 = 5/40 . 230 atm = 28,75 atm
tekanan parsial H2 = 25/40 . 230 atm = 143,75 atm
tekanan parsial NH3 = 10/40 . 230 atm = 57,50 atm

SUMBER DARI : MEDIA BELAJAR ONLINE KIMIA
Rabu,
24 Oktober 2012
Selamat kepada anda yang kali ini
naik kelas XI. Semoga ke depan hasil yang anda peroleh di sekolah semakin
meningkat dari sebelumnya. Di awal semester ganjil ini, materi kimia pertama
yang saya share adalah Bilangan Kuantum dan
Bentuk Orbital. Sebelum, kita bahas secara detail,
apa itu bilangan kuantum dan apa itu bentuk orbital, maka kami mohon anda klik
like di sebelah kanan ini, terima kasih Sob. Yuk belajar Kimia.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital
| Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
Persamaan gelombang oleh Erwin
Schrodinger memperjelas kemungkinan ditemukannya elektron melalui
bilangan-bilangan kuantum. Daerah paling mungkin ditemukannya elektron disebut
orbital, sehingga bilangan-bilangan akan memperjelas posisi elektron dalam
atom.
Pada teori atom mekanika kuantum,
untuk menggambarkan posisi elektron digunakan bilangan-bilangan kuantum. Daerah
kemungkinan elektron berada disebut orbital. Orbital memiliki bentuk yang
berbeda-beda. Untuk memahami bilangan kuantum dan bentuk-bentuk orbital
perhatikan uraian berikut.
A. Bilangan Kuantum
Ada empat bilangan kuantum
yang akan kita kenal, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum Azimut
(I), bilangan kuantum magnetic (m) dan bilangan kuantum spin (s).
1). Bilangan Kuantum Utama
Di dalam model atom Bohr, elektron
dikatakan berada di dalam lintasan stasioner dengan tingkat energi tertentu.
Tingkat energi ini berkaitan dengan bilangan kuantum utama dari elektron.
Bilangan kuantum utama dinyatakan dengan lambang n sebagaimana
tingkat energi elektron pada lintasan atau kulit ke-n.
Bisa dikatakan bahwa bilangan kuantum
utama berkaitan dengan kulit elektron di dalam atom. Bilangan kuantum utama
membatasi jumlah elektron yang dapat menempati satu lintasan atau kulit
berdasarkan persamaan berikut.
Jumlah maksimum elektron pada kulit
ke-n adalah 2n2
Tabel 1. Hubungan jenis kulit dan
nilai bilangan kuantum utama.
Jenis
Kulit
|
Nilai
(n)
|
K
|
1
|
L
|
2
|
M
|
3
|
N
|
4
|
2). Bilangan Kuantum Azimut (I)
Elektron yang bergerak mengelilingi
inti atom memiliki momentum sudut. Efek Zeeman yang teramati ketika atom berada
di dalam medan magnet berkaitan dengan orientasi atau arah momentum
sudut dari gerak elektron mengelilingi inti atom. Terpecahnya garis spektum
atomik menandakan orientasi momentum sudut elektron yang berbeda ketika
elektron berada di dalam medan magnet.
Bilangan kuantum azimut menyatakan
sub kulit tempat elektron berada dan bentuk orbital, serta menentukan besarnya
momentum sudut elektron terhadap inti.
Banyaknya subkulit tempat elektron
berada tergantung pada nilai bilangan kuantum utama (n). Nilai bilangan kuantum
azimut dari 0 sampai dengan (n – 1). Bila n = 1, maka hanya ada satu subkulit
yaitu l = 0. Sedangkan n = 2, maka ada dua subkulit yaitu l = 0 dan l = 1.
Seandainya dibuat dalam tabel maka
akan tampak sebagai berikut :
Tabel 2. Hubungan bilangan kuantum
utama dan azimut serta subkulit.
Bilangan
Kuantum
Utama (n) |
Bilangan
Kuantum
Azimut (I) |
Banyaknya
SubKulit
|
1
|
0
|
1
|
2
|
0
1 |
2
|
3
|
0
1 2 |
3
|
4
|
0
1 2 3 |
4
|
Sub kulit yang harganya berbeda-beda
ini diberi nama khusus:
l = 0 ; sesuai sub kulit
s (s = sharp)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)
l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)
Tabel 3. Hubungan subkulit sejenis
dalam kulit yang berbeda pada atom.
Kulit
|
Nilai
n
|
Nilai
I
|
Jenis
Subkulit
|
K
|
1
|
0
|
1s
|
L
|
2
|
0
|
2s
|
1
|
2p
|
||
M
|
3
|
0
|
3s
|
1
|
3p
|
||
2
|
3d
|
||
N
|
4
|
0
|
4s
|
1
|
4p
|
||
2
|
4d
|
||
3
|
4f
|
3). Bilangan Kuantum Magnetic
(m)
Momentum sudut elektron L merupakan
sebuah vektor. Jika vektor momentum sudut L diproyeksikan ke
arah sumbu yang tegak atau sumbu-z secara tiga dimensi akan didapatkan besar
komponen momentum sudut arah sumbu-z dinyatakan sebagai Lz.
bilangan bulat yang berkaitan dengan besar Lz adalah m.
bilangan ini disebut bilangan kuantum magnetik. Karena besar Lz bergantung
pada besar momentum sudut elektron L, maka nilai mjuga
berkaitan dengan nilai l.
m =
?l, … , 0, … , +l
misalnya, untuk nilai l =
1, nilai m yang diperbolehkan adalah ?1, 0, +1.
Bilangan kuantum magnetik menyatakan
orbital tempat ditemukannya elektron pada subkulit tertentu dan arah momentum
sudut elektron terhadap inti. Sehingga nilai bilangan kuantum magnetik
berhubungan dengan bilangan kuantum azimut. Nilai bilangan kuantum magnetik
antara – l sampai + l.
Hubungan antara bilangan kuantum
azimut dengan bilangan kuantum magnetik dapat Anda perhatikan pada tabel 6.
Tabel 6. Hubungan bilangan kuantum
azimut dengan bilangan kuantum magnetik.
Bilangan
Kuantum Azimut
|
Tanda
Orbital |
Bilangan
Kuantum
Magnetik |
Gambaran
Orbital |
Jumlah
Orbital |
0
|
s
|
0
|
1
|
|
1
|
p
|
-1,
0, +1
|
3
|
|
2
|
d
|
-2,
-1, 0, +1, +2
|
5
|
|
3
|
f
|
-3,
-2, -1, 0, +1, +2, +3
|
7
|
4). bilangan kuantum spin (s).
Bilangan kuantum spin diperlukan
untuk menjelaskan efek Zeeman anomali. Anomali ini berupa terpecahnya garis
spektrum menjadi lebih banyak garis dibanding yang diperkirakan. Jika efek
Zeeman disebabkan oleh adanya medan magnet eksternal, maka efek
Zeeman anomali disebabkan oleh rotasi dari elektron pada porosnya. Rotasi atau
spin elektron menghasilkan momentum sudut intrinsik elektron. Momentum sudut
spin juga mempunyai dua orientasi yang berbeda, yaitu spin atas dan spin bawah.
Tiap orientasi spin elektron memiliki energi yang berbeda tipis sehingga
terlihat sebagai garis spektrum yang terpisah.
Bilangan kuantum spin (s): menunjukkan arah perputaran elektron
pada sumbunya. Dalam satu orbital, maksimum dapat beredar 2
elektron dan kedua elektron ini berputar melalui sumbu dengan arah yang
berlawanan, dan masing-masing diberi harga spin +1/2 atau -1/2.
Bilangan Kuantum dan Bentuk Orbital
| Materi Kimia SMA Kelas XI Semester 1
B. Bentuk Orbital
Elektron-elektron bergerak pada
setiap orbitalnya. Orbital-orbital mempunyai. Bentuk yang berbeda-beda sesuai
dengan arah gerakan elektron di dalam atom. Bentuk berbagai orbital adalah
sebagai berikut.
a. Orbital s
-->
Orbital s yang berbentuk bola tidak
menunjukan arah ruang tertentu karena kebolehjadian ditemukan elektron dengan
bentuk ini berjarak sama jauhnya ke segala arah dari inti atom. Kebolehjadian
terbesar ditemukannya elektron dalam orbital s terdapat pada daerah sekitar
bola, yaitu untuk orbital :
a. 1s : terdapat pada kulit bola
b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua
c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga
Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :
a. 1s : terdapat pada kulit bola
b. 2s : terdapat pada awan lapisan kedua
c. 3s : terdapat pada awan lapisan ketiga
Gambaran kebolehjadian ditemukan orbital pada masing-masing kulit :
Perhatikan Gambar 1.2. Orbital s
digambarkan berbentuk bola dengan inti sebagai pusat.
b. Orbital p
-->
Subkulit p terdiri dari tiga orbital
p. Karena nilai bilangan kuantum magnetiknya ada tiga yaitu –1, 0, dan +1.
Ketiga orbital ini mempunyai tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya
masing-masing berbeda. Jika digabungkan, ketiga orbital ini saling tegak lurus
satu sama lain. Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius yang memiliki
sumbu X, Y, dan Z maka orbital p yang terletak pada sumbu X disebut orbital px,
sedangkan yang terletak pada sumbu Y disebut orbital py. Begitu pula halnya
dengan orbital p yang terletak pada sumbu Z disebut orbital pz, perhatikan
gambar berikut ini!
Orbital p terdiri atas 3 orbital,
masing-masing berbentuk balon terpilin dengan arah dalam ruang sesuai dengan
sumbu x, y, dan z.
c. Orbital d
-->
Subkulit d terdiri dari 5 orbital d karena nilai bil kuantum
magnetiknya –2, -1, 0, +1, +2. Seperti halnya orbital p, orbital d juga
memiliki tingkat energi yang sama tetapi arah ruangnya masing-masing berbeda.
Bila digambarkan pada sistem koordinat kartesius maka ketiga orbital d
menempati ruang antar sumbu pada koordinat kartesius tersebut. Masing-masing
orbital dinyatakan sebagai dXY, dXZ dan dYZ,
sedangkan dua orbital d lainnya terletak pada sumbu koordinat kartesius yang
masing-masing orbital dinyatakan sebagai dX2-Y2
dan dZ2. Bentuk kelima orbital d dapat digambarkan
sebagai berikut:
Orbital dZ2
terletak pada sumbu Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z
Orbital dX2-Y2 terletak pada sumbu X dan Y
Orbital dXY terletak antara sumbu X dan Y
Orbital dXZ terletak antara sumbu X dan Z
Orbital dYZ terletak antara sumbu Y dan Z
LAJU REAKSI (MATERI KIMIA KELAS XI IPA)
LAJU REAKSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
(Bahan Ujian Semester Bagi Kelas XI
IPA)
Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah
MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif
LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi
Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu
Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat
PERSAMAAN LAJU REAKSI
INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi.
GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya
2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)
4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.
Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah
MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mL
Adakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif
LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi
Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu
Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat
PERSAMAAN LAJU REAKSI
INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi.
GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qD
maka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya
2. Suhu
Semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)
4. Luas Permukaan
Pada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.
Konfigurasi Elektron dalam Atom
Konfigurasi Elektron
dalam Atom-
Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut
orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital
mengikuti aturan-aturan berikut.
1. Prinsip Aufbau
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.
Untuk memberikan gambaran yang jelas
bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara penamaannya, dapat dilihat
pada bagan di bawah ini.
Untuk memudahkan
urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan bagan berikut.
Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada orbital-orbital
suatu atom
Urutan tingkat energi orbital dari
yang paling rendah sebagai berikut.
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya
2. Aturan Hund
Pada pengisian
orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan
lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron
dengan arah spin yang sama.
Untuk
mempermudah penggambaran maka orbital dapat digambarkan sebagai segi empat
sedang kedua elektron yang berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan
digambarkan sebagai 2 anak panah dengan arah yang berlawanan, + ½ (searah
dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke atas (↑), – ½
(berlawanan dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah (↓).
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
- orbital s dengan elektronnya digambar |↑↓|
- orbital p dengan elektronnya digambar |↑↓| |↑↓|
|↑↓|
- orbital d dengan elektronnya digambar |↑↓| |↑↓|
|↑↓| |↑↓| |↑↓|
Perjanjian:
Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½ dan elektron yang kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.
Elektron
ke-
|
Orbital
yang ditempati
|
Konfigurasi
elektron terakhir
|
Nilai
|
keterangan
|
|||
n
|
l
|
m
|
s
|
Aturan
Hund
|
|||
1
|
1s
|
1s1
|
1
|
0
|
0
|
+
½
|
|
2
|
1s
|
1s2
|
1
|
0
|
0
|
-
½
|
|
3
|
2s
|
2s1
|
2
|
0
|
0
|
+
½
|
|
4
|
2s
|
2s2
|
2
|
0
|
0
|
-
½
|
|
5
|
2p
|
2p1
|
2
|
1
|
-1
|
+
½
|
|
6
|
2p
|
2p2
|
2
|
1
|
0
|
-
½
|
|
7
|
2p
|
2p3
|
2
|
1
|
+1
|
+
½
|
|
8
|
2p
|
2p4
|
2
|
1
|
-1
|
-
½
|
|
9
|
2p
|
2p5
|
2
|
1
|
0
|
+
½
|
|
10
|
2p
|
2p6
|
2
|
1
|
+1
|
-
½
|
Sumber:
Brady, General Chemistry Principle and Structure
Orbital penuh dan setengah penuh
Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital d dan f (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f). Apabila elektron pada orbital d dan f terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f tersebut harus diisi tepat ½ penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital s yang terdekat.
Contoh:
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron ion positif dan
ion negatif
Misalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl–
19K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K+ yang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl– yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl–: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5
Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl– = atom Ar, peristiwa semacam ini disebut isoelektronis. Konfigurasi elektron yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.
3. Larangan Pauli
Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.
Contoh:
Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = – ½ . Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga n, l, dan m yang sama, tapi harga s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan s elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga m dan l yang diperbolehkan untuk setiap harga n dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.
Bilangan
kuantum
utama
(n)
|
Orbital
|
Bilangan
kuantum
|
Notasi
orbital
|
Jumlah
elektron
|
||
l
|
m
|
s
|
||||
n
= 1
(kulit
K)
|
S
|
0
|
0
|
+
½
|
1s
|
2
|
0
|
0
|
-
½
|
||||
n
= 2
(kulit
L)
|
S
|
0
|
0
|
+
½
|
2s
|
2
|
0
|
0
|
-
½
|
||||
p
|
1
|
-1
|
+
½
|
2p
|
6
|
|
p
|
1
|
-1
|
-
½
|
|||
p
|
1
|
0
|
+
½
|
|||
p
|
1
|
0
|
-
½
|
|||
p
|
1
|
+1
|
+
½
|
|||
p
|
1
|
+1
|
-
½
|
Sumber: Brady, General Chemistry
Principle and Structure
Kesimpulan:
Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpulkan bahwa dalam tiap orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron.
Kekhasan atom C (karbon)
Dalam kehidupan sehari-hari, seyawa
kimia memegang peranan penting, seperti dalam makhuluk hidup, sebagai zat
pembentuk atau pembangun di dalam sel, jaringan dan organ. Senyawa-senyawa
tersebut meliputi asam nukleat, karbohidrat, protein dan lemak. Proses
interaksi organ memerlukan zat lain seperti enzim dan hormon. Tubuh kita juga
memiliki sistem pertahanan dengan bantuan antibodi. Demikian pula dengan alam
sekitar kita seperti tumbuhan dan minyak bumi, juga disusun oleh molekul
molekul yang sangat khas dan dibangun oleh atom-atom dengan kerangka atom
karbon ( C ).
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3
Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 .
Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 12.2.
Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa hidrokarbon
Atom Karbon memiliki massa 12 dengan nomor atom 12. Konfigurasi elektronnya adalah 1s2, 2s2, 3p2, dan mengalami hibridisasi dimana 1 elektron dari orbital 2s berpindah ke orbital 2pz, sehingga memiliki konfigurasi stabil 1s2, 2s1, 2p3, dengan membentuk orbital hybrid sp3
Sehingga atom karbon memiliki kesempatan untuk membentuk empat ikatan dengan atom lainnya, kestabilan struktur ini ditunjukan dengan sudut yang sama 109,5o dengan bentuk tetrahedral, perhatikan Gambar 12.1 .
Gambar 12.1. Kekhasan atom karbon dengan bentuk tetrahedral
Berdasarkan karakteristik tetrahedral maka atom karbon dapat mengikat atom lain selain atom karbon itu sendiri. Secara sederhana atom karbon dapat membentuk empat ikatan dengan atom hidrogen seperti pada Gambar 12.1 (d). Kerangka senyawa hidrokarbon dibangun oleh banyak ikatan antar atom karbonnya. Kerangka senyawa hidrokarbon yang paling sederhana memiliki sebuah atom karbon, dilanjutkan dengan dua atom karbon, tiga atom karbon dan seterusnya, perhatikan Gambar 12.2.
Gambar 12.2. Bentuk ikatan antar Karbon, membentuk kerangka senyawa hidrokarbon
alam penulisan konfigurasi elektron
dan diagram orbital perlu berlandaskan pada tiga prinsip utama yaitu prinsip
aufbau, aturan Hund dan aturan penuh setengah penuh.
A. Azas Aufbau
Azas Aufbau menyatakan bahwa
:“Pengisian elektron dimulai dari subkulit yang berenergi paling rendah
dilanjutkan pada subkulit yang lebih tinggi energinya”. Dalam setiap sub kulit
mempunyai batasan elektron yang dapat diisikan yakni :
Subkulit s maksimal berisi 2
elektron
Subkulit p maksimal berisi 6
elektron
Subkulit d maksimal berisi 10
elektron
Subkulit f maksimal berisi 14
elektron
Berdasarkan ketentuan tersebut maka
urutan pengisian (kofigurasi) elektron mengikuti tanda panah pada gambar
berikut!
Berdasarkan diagram di atas dapat disusun urutan konfigurasi
elektron sebagai berikut :
1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 ….
dan seterusnya
Keterangan :
Jumlah elektron yang ditulis dalam
konfigurasi elektron merupakan jumlah elektron maksimal dari subkulit tersebut
kecuali pada bagian terakhirnya yang ditulis adalah elektron sisanya.
Perhatikan contoh di bawah ini :
Jumlah elektron Sc adalah 21 elekron
kemudian elektron-elektron tersebut kita isikan dalam konfigurasi elektron
berdasarkan prinsip aufbau di atas. Coba kalian perhatikan, ternyata tidak
selalu kulit yang lebih rendah ditulis terlebih dahulu (4s ditulis dahulu dari
3d). Hal ini karena semakin besar nomor kulitnya maka selisih energi dengan
kulit di atasnya semakin kecil sementara jumlah sub kulitnya semakin banyak
sehingga terjadi tumpang tindih urutan energi sub kulitnya. Untuk mempermudah
penilisan tingkatenerginya digunakan prinsip aufbau di atas. Untuk keteraturan
penulisan, 3d boleh ditulis terlebih dahulu dari 4s namun pengisian
elektronnya tetap mengacu pada prinsip aufbau. hal ini terkesan remeh tapi
penting..... jadi bila kalian disuruh menuliskan bilangan kuantum dari elektron
terakhir dari Sc maka elektron tersebut terletak pada sub kulit 3d bukan 4s,
walau dalam penulisan terakhir sendiri adalah sub kulit 4s.....cirinya pada sub
kulit 3d tidak terisi penuh elektron sedangkan sub kulit 4s nya terisi penuh.
Penulisan konfigurasi elektron dapat
disingkat dengan penulisan atom dari golongan gas mulia yaitu : He (2
elektron), Ne (10 elektron), Ar (18 elektron), Kr (36 elektron), Xe (54
elektron) dan Rn ( 86 elektron). Hal ini karena pada konfigurasi elektron gas
mulia setiap sub kulitnya terisi elektron secara penuh.
Skema yang digunakan untuk
memudahkan penyingkatan sebagai berikut :
Contoh penyingkatan konfigurasi
elektron :
Konfigurasi elektron dalam atom
selain diungkapkan dengan diagram curah hujan, seringkali diungkapkan dalam
diagram orbital. Ungkapan yang kedua akan bermanfaat dalam menentukan bentuk
molekul dan teori hibridisasi.
Yang harus diperhatikan dalam
pembuatan diagram orbital :
1. Orbital-orbital dilambangkan
dengan kotak
2. Elektron dilambangkan sebagai
tanda panah dalam kotak
3. Banyaknya kotak ditentukan
berdasarkan bilangan kuantum magnetik, yaitu:
4. Untuk orbital-orbital yang
berenergi sama dilambangkan dengan sekelompok kotak yang bersisian, sedangkan
orbital dengan tingkat energi berbeda digambarkan dengan kotak yang terpisah.
5. Satu kotak orbital berisi 2 elektron, satu tanda panah
mengarah ke atas dan satu lagi mengarah ke bawah. Pengisan elektron dalam
kotak-kotak orbital menggunakan aturan Hund.
B. Aturan Hund
Friedrich Hund (1927), seorang ahli
fisika dari Jerman mengemukakan aturan pengisian elektron pada orbital yaitu :
“orbital-orbital dengan energi yang
sama, masing-masing diisi lebih dulu oleh satu elektron arah (spin) yang sama
dahulu kemudian elektron akan memasuki orbital-orbital secara urut dengan arah
(spin) berlawanan atau dengan kata lain dalam subkulit yang sama semua orbital
masing-masing terisi satu elektron terlebih dengan arah panah yang sama
kemudian sisa elektronnya baru diisikan sebagai elektron pasangannya dengan
arah panah sebaliknya”.
Coba perhatikan contoh diagram
elektron di bawah ini, khususnya pada bagian akhirnya :
Pada pengisian diagram orbital unsur S pada konfigurasi 3p4,
3 elektron diisikan terlebih dahulu dengan gambar tanda panah ke atas baru
sisanya 1 elektron digambar dengan tanda panah ke bawah.
C. Aturan Penuh Setengah Penuh
Sifat ini berhubungan erat dengan
hibridisasi elektron. Aturan ini menyatakan bahwa : “suatu elektron mempunyai
kecenderungan untuk berpindah orbital apabila dapat membentuk susunan elektron
yang lebih stabil.....untuk konfigurasi elektron yang berakhiran pada sub kulit
d berlaku aturan penuh setengah penuh. Untuk lebih memahamkan teori ini
perhatikan juga contoh di bawah ini :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d4
menjadi 24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
dari contoh terlihat apabila 4s diisi 2 elektron maka 3d kurang satu elektron untuk menjadi setengah penuh....maka elektron dari 4s akan berpindah ke 3d. hal ini juga berlaku untuk kasus :
29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s2 3d9
menjadi 29Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d10
Penentuan Periode dan Golongan Suatu Unsur
Untuk menentukan letak periode suatu
unsur relatif mudah. Periode suatu unsur sama dengan nomor kulit terbesarnya
dalam konfigurasi elektron. musalnya :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
Nomor kulit terbesarnya adalah 4
(dalam 4s1) maka Cr terletak dalam periode 4
Sedangkan untuk menentukan golongan
menggunakan tabel. Bila subkulit terakhirnya pada s atau p maka digolongkan
dalam golongan A (utama) sedangkan bila subkulit terakhirnya pada d maka
digolongkan dalam golongan B (transisi). Lebih lengkapnya coba perhatikan tabel
di bawah ini :
Coba kalian perhatikan tabel di
atas. Untuk memudahkan pengingatan golongan A dimulai dari golongan I A
sedangkan golongan B dimulai dari III B. selain itu jika subkulit terakhirnya p
atau d maka sub kulit s sebelumnya diikutkan. Pada golongan VI B dan I B
berlaku aturan penuh setengah penuh.
Sebagai contoh :
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p6 4s1 3d5
Periode = 4
Golongan = VI B
konfigurasi elektron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah
atom, molekul, atau struktur fisik lainnya.Sama seperti partikel elemener
lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat
bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron
tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan
waktu yang bernilai kompleks. Menurut interpetasi mekanika kuantum Copenhage,
posisi sebuah elektron tidak bisa ditentukan kecuali setelah adanya aksi
pengukuran yang menyebabkannya untuk bisa dideteksi. Probabilitas aksi
pengukuran akan mendeteksi sebuah elektron pada titik tertentu pada ruang
adalah proporsional terhadap kuadrat nilai absolut fungsi gelombang pada titik
tersebut.
Elektron-elektron dapat
berpindah dari satu aras energi ke aras energi yang lainnya dengan emisi atau
absorpsi kuantum energi dalam bentuk foton. Oleh karena asal larangan pauli,
tidak boleh ada lebih dari dua elektron yang dapat menempati sebuah orbital
atom, sehingga elektron hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital yang
lainnya hanya jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Pengetahuan atas
konfigurasi elektron atom-atom sangat berguna dalam membantu pemahaman struktur
tabel periodik unsur-unsur. Konsep ini juga berguna dalam menjelaskan ikatan
kimia yang menjaga atom-atom tetap bersama.
Kelopak
dan subkelopak
Konfigurasi elektron yang pertama
kali dipikirkan adalah berdasarkan pada model atom model Bohr. Adalah umum
membicarakan kelopak maupun subkelopak walaupun sudah terdapat kemajuan dalam
pemahaman sifat-sifat mekanika kuantum elektron. Berdasarkan asas larangan
pauli, sebuah orbital hanya dapat menampung maksimal dua elektron. Namun pada
kasus-kasus tertentu, terdapat beberapa orbital yang memiliki aras energi yang
sama (dikatakan berdegenerasi), dan orbital-orbital ini dihitung bersama dalam
konfigurasi elektron.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah kelopak elektron dapat menampung 2n2 elektron; kelopak pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga 18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai n dan l yang sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak berjumlah 2(2l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2 elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10 elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.
Kelopak elektron merupakan sekumpulan orbital-orbital atom yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama, sehingga orbital 3s, orbital-orbital 3p, dan orbital-orbital 3d semuanya merupakan bagian dari kelopak ketiga. Sebuah kelopak elektron dapat menampung 2n2 elektron; kelopak pertama dapat menampung 2 elektron, kelopak kedua 8 elektron, dan kelopak ketiga 18 elektron, demikian seterusnya.
Subkelopak elektron merupakan sekelompok orbital-orbital yang mempunyai label orbital yang sama, yakni yang memiliki nilai n dan l yang sama. Sehingga tiga orbital 2p membentuk satu subkelopak, yang dapat menampung enam elektron. Jumlah elektron yang dapat ditampung pada sebuah subkelopak berjumlah 2(2l+1); sehingga subkelopak "s" dapat menampung 2 elektron, subkelopak "p" 6 elektron, subkelopak "d" 10 elektron, dan subkelopak "f" 14 elektron.
Jumlah elektron yang dapat menduduki setiap kelopak dan subkelopak berasal dari persamaan mekanika kuantum,terutama asas larangan Pauli yang menyatakan bahwa tidak ada dua elektron dalam satu atom yang bisa mempunyai nilai yang sama pada keempat bilangan kuantumnya.
Notasi
Para fisikawan dan kimiawan
menggunakan notasi standar untuk mendeskripsikan konfigurasi-konfigurasi
elektron atom dan molekul. Untuk atom, notasinya terdiri dari untaian label
orbital atom (misalnya 1s, 3d, 4f) dengan jumlah elektron dituliskan pada
setiap orbital (atau sekelompok orbital yang mempunyai label yang sama).
Sebagai contoh,hidrogen mempunyai satu elektron pada orbital s kelopak pertama,
sehingga konfigurasinya ditulis sebagai 1s1. Litium mempunyai dua
elektron pada subkelopak 1s dan satu elektron pada subkelopak 2s, sehingga
konfigurasi elektronnya ditulis sebagai 1s2 2s1.
Fosfor (bilangan atom15) mempunyai konfigurasi elektron : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2 ataupun [Ar] 4s2 3d6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp", "principal", "diffuse", dan "fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini akan menjadi sangat panjang, sehingga notasi yang disingkat sering digunakan. Konfigurasi elektron fosfor, misalnya, berbeda dari neon (1s2 2s2 2p6) hanya pada keberadaan kelopak ketiga. Sehingga konfigurasi elektron neon dapat digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron fosfor. Konfigurasi elektron fosfor kemudian dapat ditulis: [Ne] 3s2 3p3. Konvensi ini sangat berguna karena elektron-elektron pada kelopak terluar sajalah yang paling menentukan sifat-sifat kimiawi sebuah unsur.
Urutan penulisan orbital tidaklah tetap, beberapa sumber mengelompokkan semua orbital dengan nilai n yang sama bersama, sedangkan sumber lainnya mengikuti urutan berdasarkan asas Aufbau. Sehingga konfigurasi Besi dapat ditulis sebagai [Ar] 3d6 4s2 ataupun [Ar] 4s2 3d6 (mengikuti asas Aufbau).
Adalah umum untuk menemukan label-label orbital "s", "p", "d", "f" ditulis miring, walaupaun IUPAC merekomendasikan penulisan normal. Pemilihan huruf "s", "p", "d", "f" berasal dari sistem lama dalam mengkategorikan garis spektra, yakni "sharp", "principal", "diffuse", dan "fundamental". Setelah "f", label selanjutnya diikuti secara alfabetis, yakni "g", "h", "i", ...dst, walaupun orbital-orbital ini belum ditemukan.
Konfigurasi elektron molekul ditulis dengan cara yang sama, kecuali bahwa label orbital molekullah yang digunakan, dan bukannya label orbital atom.
Sejarah
Niels Bohr adalah orang yang pertama
kali (1923) mengajukan bahwa perioditas pada sifat-sifat unsur kimia dapat
dijelaskan oleh struktur elektronik atom tersebut.Pengajuannya didasarkan pada
model atom Bohr, yang mana kelopak-kelopak elektronnya merupakan orbit dengan
jarak yang tetap dari inti atom. Konfigurasi awal Bohr berbeda dengan konfigurasi
yang sekarang digunakan: sulfur berkonfigurasi 2.4.4.6 daripada 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4.
Satu tahun kemudian, E.C. Stoner memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori-teori kuatum lama"). Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan sebuah bilangan kuantum keempat dan asaa larangannya (1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j [ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan kuantum utama n yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m [ms] yang sama.
Persamaan Scrodingger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen: penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936)) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.
Satu tahun kemudian, E.C. Stoner memasukkan bilangan kuantum ketiga Sommerfeld ke dalam deskripsi kelopak elektron, dan dengan benar memprediksi struktur kelopak sulfur sebagai 2.8.6.Walaupun demikian, baik sistem Bohr maupun sistem Stoner tidak dapat menjelaskan dengan baik perubahan spektra atom dalam medan magnet (efek Zeeman).
Bohr sadar akan kekurangan ini (dan yang lainnya), dan menulis surat kepada temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya menyelamatkan teori kuantum (sistem yang sekarang dikenal sebagai "teori-teori kuatum lama"). Pauli menyadari bahwa efek Zeeman haruslah hanya diakibatkan oleh elektron-elektron terluar atom. Ia juga dapat menghasilkan kembali struktur kelopak Stoner, namun dengan struktur subkelopak yang benar dengan pemasukan sebuah bilangan kuantum keempat dan asaa larangannya (1925):
It should be forbidden for more than one electron with the same value of the main quantum number n to have the same value for the other three quantum numbers k [l], j [ml] and m [ms].
Adalah tidak diperbolehkan untuk lebih dari satu elektron dengan nilai bilangan kuantum utama n yang sama memiliki nilai tiga bilangan kuantum k [l], j [ml] dan m [ms] yang sama.
Persamaan Scrodingger yang dipublikasikan tahun 1926 menghasilkan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai konsekuensi penyelesainnya untuk atom hidrogen: penyelesaian ini menghasilkan orbital-orbital atom yang dapat kita temukan dalam buku-buku teks kimia. Kajian spektra atom mengizinkan konfigurasi elektron atom untuk dapat ditentukan secara eksperimen, yang pada akhirnya menghasilkan kaidah empiris (dikenal sebagai kaidah Madelung (1936)) untuk urutan orbital atom mana yang terlebih dahulu diisi elektron.
Asas
Aufbau
Asas Aufbau(berasal dari Bahasa
Jerman Aufbau yang berarti "membangun, konstruksi") adalah
bagian penting dalam konsep konfigurasi elektron awal Bohr. Ia dapat dinyatakan
sebagai:
Terdapat maksimal dua elektron yang
dapat diisi ke dalam orbital dengan urutan peningkatan energi orbital: orbital
berenergi terendah diisi terlebih dahulu sebelum elektron diletakkan ke orbital
berenergi lebih tinggi.
Urutan pengisian orbital-orbital
atom mengikuti arah panah.
Asas ini bekerja dengan baik (untuk
keadaan dasar atom-atom) untuk 18 unsur pertama; ia akan menjadi semakin kurang
tepat untuk 100 unsur sisanya. Bentuk modern asas Aufbau menjelaskan urutan
energi orbital berdasarkan kaidah Madelung, pertama kali dinyatakan oleh Erwin
Madelung pada tahun 1936.
1.
Orbital diisi dengan urutan
peningkatan n+l;
2.
Apabila terdapat dua orbital dengan
nilai n+l yang sama, maka
orbital yang pertama diisi adalah orbital dengan nilai n yang paling
rendah.
Sehingga, menurut kaidah ini, urutan
pengisian orbital adalah sebagai berikut:
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 5p 6s
4f 5d 6p 7s 5f 6d 7p
Asas Aufbau dapat diterapkan, dalam
bentuk yang dimodifikasi, ke proton dan neutron dalam inti atom.
Tabel
periodik
Tabel konfigurasi elektron
Bentuk tabel periodik berhubungan
dekat dengan konfigurasi elektron atom unsur-unsur. Sebagai contoh, semua unsur
golongan 2 memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dengan
[E] adalah konfigurasi gas inert), dan memiliki kemiripan dalam sifat-sifat
kimia. Kelopak elektron terluar atom sering dirujuk sebagai "kelopak
valensi" dan menentukan sifat-sifat kimia suatu unsur. Perlu diingat bahwa
kemiripan dalam sifat-sifat kimia telah diketahui satu abad sebelumnya, sebelum
pemikiran konfigurasi elektron ada.
Kelemahan asas Aufbau
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak (walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti meode Hearree-Fock).
Kelemahan asas Aufbau
Asas Aufbau begantung pada postulat dasar bahwa urutan energi orbital adalah tetap, baik untuk suatu unsur atau di antara unsur-unsur yang berbeda. Ia menganggap orbital-orbital atom sebagai "kotak-kotak" energi tetap yang mana dapat diletakkan dua elektron. Namun, energi elektron dalam orbital atom bergantung pada energi keseluruhan elektron dalam atom (atau ion, molekul, dsb). Tidak ada "penyelesaian satu elektron" untuk sebuah sistem dengan elektron lebih dari satu, sebaliknya yang ada hanya sekelompok penyelesaian banyak elektron, yang tidak dapat dihitung secara eksak (walaupun terdapat pendekatan matematika yang dapat dilakukan, seperti meode Hearree-Fock).
Ionisasi
logam transisi
Aplikasi asas Aufbau yang terlalu
dipaksakan kemudan menghasilkan paradoks dalam kimia logam transisi.
Kalium dan Kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s memiliki nilai n+l = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l = 5 (n = 3, l = 2). Namun Kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium Heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.
Kalium dan Kalsium muncul dalam tabel periodik sebelum logam transisi, dan memiliki konfigurasi elektron [Ar] 4s1 dan [Ar] 4s2 (orbital 4s diisi terlebih dahulu sebelum orbital 3d). Hal ini sesuai dengan kaidah Madelung, karena orbital 4s memiliki nilai n+l = 4 (n = 4, l = 0), sedangkan orbital 3d n+l = 5 (n = 3, l = 2). Namun Kromium dan tembaga memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s1 dan [Ar] 3d10 4s1 (satu elektron melewati pengisian orbital 4s ke orbital 3d untuk menghasilkan subkelopak yang terisi setengah). Dalam kasus ini, penjelasan yang diberikan adalah "subkelopak yang terisi setengah ataupun terisi penuh adalah susunan elektron yang stabil".
Paradoks akan muncul ketika elektron dilepaskan dari atom logam transisi, membentuk ion. Elektron yang pertama kali diionisasikan bukan berasal dari orbital 3d, melainkan dari 4s. Hal yang sama juga terjadi ketika senyawa kimia terbentuk. Kromium Heksakarbonil dapat dijelaskan sebagai atom kromium (bukan ion karena keadaan oksidasinya 0) yang dikelilingi enam ligan karbon monoksida; ia bersifat diamagnetik dan konfigurasi atom pusat kromium adalah 3d6, yang berarti bahwa orbital 4s pada atom bebas telah bepindah ke orbital 3d ketika bersenyawa. Pergantian elektron antara 4s dan 3d ini dapat ditemukan secara universal pada deret pertama logam-logam transisi.
Fenomena ini akan menjadi paradoks hanya ketika diasumsikan bahwa energi orbital atom adalah tetap dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan elektron pada orbital-orbital lainnya. Jika begitu, maka orbital 3d akan memiliki energi yang sama dengan orbital 3p, seperti pada hidrogen. Namun hal ini jelas-jelas tidak demikian.
Pengecualian
kaidah Madelung lainnya
Terdapat beberapa pengecualian
kaidah Madelung lainnya untuk unsur-unsur yang lebih berat, dan akan semakin
sulit untuk menggunakan penjelasan yang sederhana mengenai pengecualian ini.
Adalah mungkin untuk memprediksikan kebanyakan pengecualian ini menggunakan
perhitungan Hartree-Fock,yang merupakan metode pendekatan dengan melibatkan
efek elektron lainnya pada energi orbital. Untuk unsur-unsur yang lebih berat,
diperlukan juga keterlibatan afek relatifitas khusus terhadap energi orbital
atom, karena elektron-elektron pada kelopak dalam bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya. Secara umun, efek-efek relativistik in cenderung
menurunkan energi orbital s terhadap orbital atom lainnya.
Periode 5
|
Periode 6
|
Periode 7
|
||||||||
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
Unsur
|
Z
|
Konfigurasi elektron
|
||
39
|
57
|
89
|
||||||||
58
|
90
|
|||||||||
59
|
91
|
|||||||||
60
|
92
|
|||||||||
61
|
93
|
|||||||||
62
|
94
|
|||||||||
63
|
95
|
|||||||||
64
|
96
|
|||||||||
65
|
97
|
|||||||||
40
|
72
|
|||||||||
41
|
73
|
|||||||||
42
|
74
|
|||||||||
43
|
75
|
|||||||||
44
|
76
|
|||||||||
45
|
77
|
|||||||||
46
|
78
|
|||||||||
47
|
79
|
|||||||||
48
|
80
|
|||||||||
49
|
81
|
Perubahan entalpi (ΔH)
positif menunjukkan bahwa dalam perubahan terdapat penyerapan kalor atau pelepasan
kalor.
Reaksi kimia yang melepaskan atau
mengeluarkan kalor disebut reaksi eksoterm, sedangkan reaksi
kimia yang menyerap kalor disebut reaksi endoterm. Aliran kalor
pada kedua jenis reaksi diatas dapat dilihat pada gambar 11 berikut:Gambar
11 Aliran kalor pada reaksi eksoterm dan endoterm
Pada reaksi endoterm,
sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi sistem akan bertambah. Artinya
entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr). Akibatnya,
perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi produk dengan entalpi
pereaksi (Hp -Hr) bertanda positif. Sehingga perubahan entalpi untuk reaksi
endoterm dapat dinyatakan:
ΔH = Hp- Hr > 0
(13 )
Sebaliknya, pada reaksi
eksoterm , sistem membebaskan energi, sehingga entalpi sistem akan berkurang,
artinya entalpi produk lebih kecil daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu ,
perubahan entalpinya bertanda negatif. Sehingga p dapat dinyatakan sebagai
berikut:
ΔH = Hp- Hr < 0 (
14 )
Perubahan entalpi pada
reaksi eksoterm dan endoterm dapat dinyatakan dengan diagram tingkat energi.
Seperti pada gambar 12. berikut
Kata
Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah reaksi
atau proses yang sedang dipelajari.
Lingkungan adalah segala
sesuatu di sekitar sistem dengan apa sistem berinteraksi.
Interaksi sistem dengan
lingkungan dapat berupa pertukaran materi dan/atau pertukaran energi.
Berdasarkan interaksi
yang terjadi antara sistem dan lingkungan, sistem dibedakan atas sistem
terbuka, sistem tertutup, dan sistem terisolasi.
Sistem dikatakan terbuka
jika terjadi pertukaran materi dan energi dengan lingkungan.
Contoh: Air panas dalam
gelas terbuka.
Sistem dikatakan
tertutup jika antara sistem dan lingkungan hanya terjadi pertukaran energi,
tetapi tidak pertukaran materi.
Contoh: Air panas dalam
gelas tertutup.
Sistem dikatakan
terisolasi jika antara sistem dan lingkungan tidak terjadi pertukaran materi
maupun energi.
Contoh: Air panas dalam
termos.
Gambar 5.1 Tiga jenis
sistem: (a) terbuka; (b) tertutup dan (c) terisolasi.
2. Reaksi Eksoterm dan
Endoterm
Reaksi yang membebaskan
kalor disebut reaksi ekstern, sedangkan reaksi yang menyerap kalor disebut
reaksi endoterm.
Gambar 5.3 Aliran kalor
pada reaksi eksoterm dan reaksi endoterm
Reaksi eksoterm: Entalpi
produk entalpi pereaksi; ∆H bertanda positif.
Gambar 5.4 Diagram
tingkat energi reaksi eksoterm dan endoterm
Contoh reaksi eksoterm:
Reaksi pembakaran, pemutusan ikatan, dan ionisasi atom.
Contoh reaksi endoterm:
Beras menjadi nasi, fotosintesis, dan peleburan.
3. Persamaan Termokimia
o Persamaan reaksi yang
disertai perubahan entalpinya disebut persamaan termokimia.
o Kalor reaksi yang
ditulis pada persamaan termokimia sesuai dengan stoikiometri reaksinya.
C(s) + ½O2(g) → CO(g) ∆H
= −110 kJ
2C(s) + O2(g) → 2CO(g)
∆H = −220 kJ
Contoh Soal 5-3:
Persamaan termokimia
Perhatikan persamaan
termokimia pembakaran asetilena berikut ini.
2C2H2(g) + 5O2(g) →
4CO2(g) + 2H2O(l) ∆H = –2600 kJ
a. Tentukanlah perubahan
entalpi pada pembakaran 10 liter asetilena (RTP)?
b. Berapa gram C2H2
harus dibakar untuk memanaskan 1 liter air dari 25ºC hingga tepat mendidih? (H
= 1; C = 12; kalor jenis air = 4,18 J g–1 ºC–1)
Penyelesaian:
Dari persamaan
termokimia dapat ditentukan entalpi pembakaran asetilena:
= = –1300 kJ mol–1
Jumlah mol dalam 10
liter C2H2 (RTP) = = mol
Kalor pembakaran 10
liter asetilena (RTP) = mol × (–1300 kJ mol–1) = –541,67 kJ
Kalor yang diperlukan
untuk memanaskan 1 liter (=100 g) dari 25 ºC hingga 100 ºC adalah
Q = m c ∆t = 1000 g ×
4,18 J g–1 ºC–1 (100 – 75)ºC = 313,5 kJ.
Diketahui kalor
pembakaran C2H2 = –1300 kJ mol–1.
Jadi, jumlah mol C2H2
yang harus dibakar untuk memperoleh kalor sebanyak 313,5 kJ adalah = 0,24 mol.
Massa 0,24 mol C2H2 =
0,24 mol × 26 g mol–1 = 6,24 g.
4. Kalorimetri
Kalor reaksi dapat ditentukan
melalui percobaan, yaitu dengan kalorimeter.
Data yang diperlukan
yaitu perubahan suhu yang menyertai reaksi.
Perhitungan kalorimetri
biasanya melalui 3 tahap sebagai berikut:
menentukan kalor yang
diserap/dilepas larutan dalam kalorimeter,
menentukan kalor reaksi,
yaitu sama dengan kalor larutan tetapi tandanya berlawanan,
menyesuaikan kalor
reaksi dengan stoikiometri reaksi.
Contoh Soal 5-4:
Kalorimetri
Pada reaksi antara 50 mL
larutan NaOH 1 M dengan 50 mL HCl 1 M terjadi kenaikan suhu sebesar 6ºC.
Tentukanlah perubahan entalpi reaksi penetralan NaOH dengan HCl. Anggaplah
kalor jenis larutan = 4,18 J g–1 dan massa jenis larutan = 1 g mL–1.
NaOH(aq) + HCl(aq) →
NaCl(aq) + H2O(l)
Penyelesaian:
Soal ini akan
diselesaikan dalam 3 langkah seperti disebutkan dalam ringkasan teori di atas.
Massa larutan = 50 g +
50 g = 100 g
Q larutan = m× c ×∆t =
100 g × 4,18 J g–1 × 6 ºC = 2,508 kJ
Q reaksi = – Q larutan =
–2,508 kJ
Jumlah mol NaOH = jumlah
mol HCl = 50 mmol = 0,05 mol.
Jadi, perubahan entalpi
(Q) sebesar –2,508 kJ yang dihitung di atas merupakan perubahan entalpi yang
menyertai reaksi ∆H reaksi, sedangkan yang ditanyakan yaitu perubahan entalpi
pada reaksi 0,05 mol NaOH dengan 0,05 mol HCl.
∆H reaksi yang ditanyakan,
yaitu ∆H reaksi yang menyertai reaksi 1 mol NaOH dengan 1 mol HCl dapat
ditentukan dengan membandingkan jumlah molnya dengan entalpi reaksi percobaan:
∆H = × –2,508 kJ =
–50,16 kJ
5. Hukum Hess = Hukum
Penjumlahan Kalor
Kalor reaksi tidak
bergantung pada lintasan, tetapi hanya pada keadaan awal dan keadaan akhir.
Contoh Soal 5-5: Hukum
Hess
Perhatikan diagram
berikut:
Berdasarkan diagram yang
tersebut, tentukanlah perubahan entalpi reaksi A →B.
Penyelesaian:
Diagram menunjukkan
pengubahan zat A menjadi zat B melalui dua lintasan, yaitu:
I. Lintasan langsung,
dan
II. Lintasan bertahap: A
→ C kemudian C → D (arahnya perlu disesuaikan), dan akhirnya D → B.
Menurut hukum Hess: ∆H
lintasan-I = ∆H lintasan-II.
∆H lintasan-I dapat
diperoleh dengan menjumlahkan ketiga tahap dalam lintasan II, sebagai berikut:
A → C ∆H = +50 kJ
C → D ∆H = +100 kJ
D → B ∆H = –40 kJ
A → B ∆H = +110 kJ
Jadi, perubahan entalpi
A → B adalah +110 kJ.
Contoh Soal 5-6: Hukum
Hess
Diketahui:
Mg(s) + 2HCl(aq) →
MgCl2(aq) + H2(g) ∆H = –467 kJ ……………….. (1)
MgO(s) + 2HCl(aq) →
MgCl2(aq) + H2O(l) ∆H = –151 kJ ……………….. (2)
Selain itu juga
diketahui entalpi pembentukan air, H2O(l) = –286 kJ mol–1.
Berdasarkan data
tersebut, tentukanlah entalpi pembentukan MgO(s).
Penyelesaian:
Data yang tersedia,
yaitu dua persamaan termokimia dan satu data entalpi pembentukan. Data entalpi
pembentukan air dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan termokimia sebagai
berikut:
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l)
∆H = –286 kJ ………………… (3)
Adapun reaksi yang
perubahan entalpinya ditanyakan, yaitu entalpi pembentukan MgO dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan termokimia sebagai beriktut:
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s)
∆H = . . . ?
Perubahan entalpi reaksi
ini dapat diperoleh dengan menyusun ketiga persamaan termokimia yang diketahui
perubahan entalpinya. Ketiga persamaan termokimia tersebut harus disusun
sedemikian rupa sehingga penjumlahannya sama dengan reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (2) harus dibalik
sehingga MgO berada di ruas kanan, sesuai reaksi yang ditanyakan.
Reaksi (1) ditulis
sebagaimana adanya, sehingga MgCl2 dapat dihilangkan dari reaksi (2).
Realsi (3) ditulis
sebagaimana adanya, sehingga ½O2 berada di ruas kiri.
MgCl2(aq) + H2O(l) →
MgO(s) + 2HCl(aq) ∆H = +151 kJ ……………… (–2)
Mg(s) + 2HCl(aq) →
MgCl2(aq) + H2(g) ∆H = –467 kJ ……………….. (1)
H2(g) + ½O2(g) → H2O(l)
∆H = –286 kJ ……………….. (3)
Mg(s) + ½O2(g) → MgO(s)
∆H = –602 kJ
Jadi, entalpi
pembentukan MgO adalah –602 kJ mol–1.
6. Entalpi Pembentukan
Apabila entalpi
pembentukan zat-zat yang terlibat dalam reaksi diketahui, maka entalpi reaksi
dapat ditentukan dengan rumus berikut:
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk)
– ∑∆Hfº(pereaksi)
Contoh Soal 5-7:
Menentukan perubahan entalpi reaksi berdasarkan data entalpi pembentukan.
Diketahui entalpi
pembentukan CH4(g) = –75 kJ mol–1; CO2(g) = –393,5 kJ mol–1 dan H2O(l) = –286
kJ mol–1. Tentukan jumlah kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 g
metana.
Penyelesaian:
Langkah pertama,
menentukan entalpi pembakaran metana berdasarkan data entalpi pembentukan yang
diketahui.
Reaksi pembakaran sempurna
metana sebagai berikut:
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g)
+ 2H2O(l)
∆Hreaksi = ∑∆Hfº(produk)
– ∑∆Hfº(pereaksi)
= {∆Hfº(CO2) + 2 ×
∆Hfº(H2O)} – {∆Hfº(CH4) + ∆Hfº(2 × O2)}
= {–393,5 + (2 × –286)}
– {–75 + 2 × 0}
= –890 kJ
Jadi, ∆H pembakaran
metana adalah –890,5 kJ mol–1.
Kalor pembakaran 1 gram
metana = × (–890,5 kJ mol–1) = –55,66 kJ
7. Energi Ikatan
Energi ikatan adalah
energi yang diperlukan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam
wujud gas.
Jika energi ikatan
diketahui, maka perubahan entalpi reaksi dapat diperkirakan dengan rumus
berikut:
∆H = ∑Epemutusan ikatan
– ∑Epembentukan ikatan
Contoh Soal 5-8:
Menggunakan data energi ikatan
Berdasarkan data energi
ikatan, tentukanlah perubahan entalpi reaksi berikut:
CH3–CHO(g) + H2(g) →
CH3–CH2OH(g)
Ikatan Energi (kJ mol–1)
C – C 348
C – H 413
C = O 799
C – O 358
H – H 436
O – H 463
Penyelesaian:
Reaksi di atas dapat
ditulis dalam bentuk yang lebih terurai sebagai berikut:
Ikatan yang putus:
Ikatan yang terbentuk
1 mol C=O : 799 kJ 1 mol
C–O : 358 kJ
1 mol H–H : 436 kJ 1 mol
O–H : 463 kJ
Jumlah : 1235 kJ 1 mol
C–H : 413 kJ
Jumlah : 1234 kJ
∆H reaksi = ∑energi
ikatan yang putrus –∑energi ikatan yang terbentuk
= 1235 kJ – 1234 kJ
= 1 kJenergi ikatan
diketahui, maka perubahan entalpi reaksi dapat diperkirakan dengan rumus
berikut:
∆H = ∑Epemutusan ikatan
– ∑Epembentukan ikatan
Contoh Soal 5-8:
Menggunakan data energi ikatan
Berdasarkan data energi
ikatan, tentukanlah perubahan entalpi reaksi berikut:
CH3–CHO(g) + H2(g) →
CH3–CH2OH(g)
Ikatan Energi (kJ mol–1)
C – C 348
C – H 413
C = O 799
C – O 358
H – H 436
O – H 463
Penyelesaian:
Reaksi di atas dapat
ditulis dalam bentuk yang lebih terurai sebagai berikut:
Ikatan yang putus:
Ikatan yang terbentuk
1 mol C=O : 799 kJ 1 mol
C–O : 358 kJ
1 mol H–H : 436 kJ 1 mol
O–H : 463 kJ
Jumlah : 1235 kJ 1 mol
C–H : 413 kJ
Jumlah : 1234 kJ
∆H reaksi = ∑energi
ikatan yang putrus –∑energi ikatan yang terbentuk
= 1235 kJ – 1234 kJ
= 1 kJ